25 February 2012

YA SUDAHLAH

Ketika kemarin ngobrol sedikit dengan salah seorang alumni di Facebook, saya mendapat balasan comment seperti ini: "kangen crita kalo upacara bu."

Yang dimaksudkannya adalah isi amanat yang saya sampaikan bila jadi pembina upacara. Sampai tahun ke-6 ini, baru beberapa kali saya jadi pembina upacara. Saya memang hampir selalu mengisi amanat dengan kisah dan cerita, dan sedapat mungkin menghindari nasihat terbuka. Cara ini rada aneh sedikit, karena kelihatannya tidak sesuai dengan gaya upacara yang resmi dan formal. Tapi belum ada yang ngomelin saya, jadi ya terus aja begitu ^_~v.

KLembali lagi ke alumni tersebut, dibilang begitu, saya jadi terharu loh. Beneran. Kenapa? Karena kalau berdiri di mimbar pembina upacara di atas, akan telihat sekali kondisi peserta upacara. Ada yang memandang ke sana ke mari, ada yang ngobrol, ada juga yang nunduk (smsan?). Ada yang memandang saya juga sih, tapi ga tau apa memperhatikan atau tidak.

Ketika sampai pada amanat pembina, rasa nelangsanya tambah terasa. Kita lagi ngomong dengan semangat, berusaha tampil sebaik-baiknya, padahal berasa mati gaya ngeliat peserta di depan yang pada asyik ngobrol.

Hal seperti ini juga terasa waktu ngajar di kelas, terutama di kelas-kelas gendut (antara 40-46 anak). Terjadi juga waktu kultum di kegiatan rohis, atau pembinaan Osis. Rasanya ya gitu, menyedihkan.

Ya saya kan ga bisa maksa juga, misalnya dengan bilang, "Diaaaaam! Dengarkan saya!!! Yang ngobrol lari keliling lapangan!", karena kondisi yang mempengaruhinya banyak. Ruang yang terbuka saat upacara, suara yang ga terdengar, kondisi si pendengar, keterampilan bicara saya, dan sebagainya.

Nah, ketika alumni di atas bilang kangen cerita saya pas upacara, saya pikir, oh, masih ada kok yang dengerin. Yang pada dengerin ini mungkin ga banyak kali yah, dan ga gitu kelihatan. Tapi yang penting kan, ada.

Waktu saya ceritakan hal ini di kelas, salah satu murid bilang, "Saya selalu dengerin kok, Bu."

Huhuhuhu.... Terima kasih.

Nah kalau gitu, saya akan berusaha menyampaikan materi dengan baik. Kenapa? Karena saya berkewajiban menyampaikan kebaikan dengan cara yang ihsan, tentu saja. Alasan lainnya adalah karena ada orang-orang ini, yang mau mendengar saya.

Kalau ada yang ngobrol pas saya bicara, bila sulit atau tidak mungkin ditangani saat itu, ya sudahlah... (gaya bondan ^_^). Ga bisa maksa juga, kan. Toh mereka selalu bisa mendapat ilmu dari saluran lain. Amiiiin.....

No comments:

Post a Comment