24 September 2017

MENJADI JAGOAN FINANSIAL: Ligwina Hananto Memenuhi Janji Publiknya


Pada Pesta Pendidikan di awal tahun 2017, saya mendampingi Pak Bukik Setiawan yang waktu itu jadi narasumber dalam bincang-bincang Guru Kompeten bersama Wardah. Saat itu narasumber lain, Mba Analisa dari Wardah, bertanya pada saya di belakang panggung, "Guru2 itu sebenarnya perlu apa, Bu?"

Terus terang saya terpana mendengar pertanyaan itu. 12 tahun jadi guru, saya tidak pernah ditanya tentang apa yang paling saya butuhkan dalam menjalankan profesi saya. Sejauh yang saya ingat, bahkan dinas pendidikan pun tak pernah bertanya.

Belum sempat saya menjawab, panitia keburu memanggil kami untuk naik panggung. Tapi jika saja ada waktu saat itu, saya akan menjawab begini: "Guru perlu partner untuk mendidik anak."

Semua pihak, orang tua, pemerintah, masyarakat, menginginkan anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi yang cerdas, mandiri, beriman, bermanfaat, berkarakter, sehat, mampu memaksimalkan semua potensinya demi kebaikan, singkatnya rahmatan lil alamin. Bayangkan, bagaimana mungkin guru bisa mewujudkan semua itu sendirian?

Karena itu, guru perlu partner. Guru perlu dukungan dari semua lembaga pemerintahan, dari dunia usaha dan industri, dari pemuka agama, dari para profesional, dari seluruh komponen masyarakat. It does take a whole village to raise a kid.

Dukungan ini diwujudkan dalam Janji Publik dalam Pesta Pendidikan 2017, ketika ratusan institusi non pendidikan ikut membuat janji, bagaimana mereka akan berkontribusi pada pendidikan Indonesia. Tapi saya sepertinya sudah mati rasa dengan yang namanya 'janji publik', mungkin akibat pengalaman masa lalu 😜. Jadi Janji Publik di Pesta Pendidikan terlupakan oleh saya. 

Sampai kemarin (23/10/17), saat saya berkesempatan mengikuti pelatihan Menjadi Jagoan Finansial di QM Financials, dan Mba Ligwina Hananto berkata, "MJF adalah pelaksanaan dari Janji Publik kami di PeKan 2017."

Allahu Akbar....
Mbak Wina terus ingat! Dan memenuhinya!
Ya jelaslah saya jadi baper. 

Guru itu biasa jalan sendirian, jujur kita tuh pada bingung dan suka keder. Tapi kan proses pendidikan tidak bisa menunggu, gabisa kan sekolah tutup dulu sampai gurunya paham. Jadi ya sebisa-bisanya deh, terus berusaha menunjukkan pada anak how the world works

Nah terus, sekarang ada (banyak) yang mau menemani perjalanan ini. Wajar kan kalo terharu?

Pelatihan Menjadi Jagoan Finansial dibuka oleh pemaparan dari Mba Najelaa Shihab. Saya ingin menuliskan hal terpisah tentang apa yang disampaikan oleh Mba Elaa, karena ini juga menarik. Nanti baca juga, yah.

5 jam seterusnya berjalan dengan seru. Bahkan 'ceramah' tentang dasar-dasar pengelolaan keuangan saja terasa seru. Gimana yah bilangnya, baru lihat gaya Mba Wina bicara aja, sudah bahagia bener rasanya, hahaha... Antusiasme itu memang menular ya kan, Mba 😍.

Ada kartu-kartu berwarna yang membantu peserta membedakan komponen pengeluaran, ada worksheet kosong yang membuat peserta bisa menilai apakah kondisi keuangan masing-masing sudah cukup sehat, ada pembahasan tentang mendidikkan literasi keuangan ini untuk anak beragam usia, dan ada boardgame yang membuat peserta bisa mereview pemahaman tentang literasi keuangan dengan cara yang super menyenangkan. Ngga berat!

Jangan lupa, peserta MJF seluruhnya adalah guru, baik formal maupun nonformal. Kami semua berkewajiban mendidikkan literasi keuangan ini pada para siswa. Jadi kemudian peserta dibagi sesuai jenjang, kemudian bersama mengubah materi literasi keuangan yang sudah disampaikan jadi rencana aksi yang sesuai.

Di kelompok saya, para guru mendiskusikan masalah keuangan apa yang sering timbul bagi siswa jenjang SMP-SMA. Berdasarkan curhat masing-masing guru, kami menyimpulkan bahwa ternyata spending adalah masalah yang banyak timbul, yakni tentang membelanjakan dengan bijak dan terencana. Maka sebagai solusi, kami merancang proyek Investment Day, dengan rangkaian acara berupa seminar, simulasi, dan permainan peran.

Satu lagi, boardgame! Ini keren pake banget. Boardgame untuk literasi keuangan ini disusun Quamma Project bekerjasama dengan demeira.id, sebuah boardgame developer, yang juga sedang melaksanakan Janji Publik mereka bagi pendidikan Indonesia.

Ih terharu ga sih, kalo banyak yang ikut berkontribusi begini?

Tampak di luar, para guru sedang asik main boardgame sambil ngobrol. Jika kita dengarkan dengan seksama, mereka sedang melakukan kegiatan finansial, sekaligus melakukan refleksi belajar.

Salah seorang guru nyeletuk, "Wah ini keputusan sulit, harus bergerak ke mana nih supaya bisa dapat penghasilan (karena pemain boleh bergerak ke maju-mundur-naik-turun untuk mencapai tujuan)." Artinya, ada pemahaman/kesadaran bahwa literasi keuangan memuat keterampilan menilai situasi, membuat keputusan, dan menetapkan tujuan.

Ada juga komentar seperti, "Wah gimana nih. Kalau harus belanja, cashnya jadi habis dong," dan kemudian ditanggapi peserta lain, "Yakan kalo ga belanja, perekonomian jadi ga jalan." Percakapan itu membawa pada pemahaman bahwa belanja itu baik asal bijak.

Oh ya, yang unik lagi adalah setiap pemain tidak mungkin bisa menang jika tidak memasukkan komponen 'sedekah' dalam pengeluaran mereka 👍

Maka pelatihan pun berakhir, dan kami pulang membawa PR dari Mbak Wina. Ini penting loh, bagaimana supaya sebuah pelatihan tidak berhenti sebagai wawasan belaka, tapi bisa mendorong sebuah gerakan. Ayo semangat ngerjain PR!

Kabar dari Mba Wina, MJF akan dilaksanakan lagi di Ambon (Nov), Pekanbaru (Des), Sukabumi (Jan), Lampung (Feb), dan Bali (Mar). Dan rangkaian tur keliling Indonesia ini akan ditutup dengan acara besar Festival Jagoan Finansial di bulan Mei. MJF diperuntukkan untuk guru, dengan biaya hampir Rp0. Coba bayangkan berapa yang harus dikeluarkan kalau kita ikut kelas regulernya. Jadi jangan terlewat, ya!

Ohya, bagi yang berencana hadir di Temu Pendidik Nusantara 14-15 Oktober 2017, Quamma Project buka kelas MJF loh di TPN. Recommended!

Terima kasih Mba Elaa dari Kampus Guru Cikal, terima kasih Mbak Wina dari QM Financial, terima kasih Mas Febrian dari demeira.id, terima kasih teman-teman panitia. Semoga selalu sehat, selalu dilimpahi berkah, agar terus bisa menebar manfaat lebih luas.


27 February 2017

MERDEKA BELAJAR DI RUMAH

Sebagai homeschoolers, anak-anak saya memang cenderung belajar tanpa dibatasi tembok kelas, dan terbiasa memilih cara belajar mereka sendiri. Ketika terpapar dengan konsep Merdeka Belajar dari Kampus Guru Cikal, saya kemudian menggunakan konsep ini untuk berefleksi atas proses yang kami jalani di rumah, sambil menambal apa-apa yang ternyata saya lewatkan.

Awalnya bermula dari Temu Pendidik di Bandung yang tidak bisa saya hadiri karena bersamaan waktunya dengan kejuaraan wilayah U14 Perbasi Jakarta Pusat yang diikuti oleh Si Sulung, dan kejuaraan wilayah U12 Jakarta Selatan yang diikuti oleh Si Tengah. Sebagai 'balas dendam', saya akhirnya menerapkan konsep Merdeka Belajar pada kegiatan bola basket anak-anak saya ^_^.

Kemarin suami saya menemani Si Sulung pada pertandingan final di Gelanggarang Remaja Pulogadung, lalu menjemput saya yang sedang menemani Si Tengah pada laga pertamanya di Gelanggang Remaja Pasar Minggu. Sudah dua tahun ini Sabtu-Minggu kami sekeluarga memang dihabiskan di lapangan-lapangan basket dan dari GOR ke GOR.

Di mobil dalam perjalanan pulang, saya membuka obrolan tentang Merdeka Belajar, yang akan membuat pembelajar berdaya menjalani pembelajaran apapun tanpa perlu tergantung pada hal-hal di luar diri mereka, semisal perintah guru, ancaman nilai, atau ketersediaan fasilitas. "Apakah kalian ingin tertarik?" 

Betapa senang hati ini ketika mereka merespon dengan antusias.

Saya menjelaskan 3 konsep penting dalam merdeka belajar, yaitu Komitmen, Kemandirian, dan Refleksi.

Bagi Si Sulung (13th) yang bersama timnya alhamdulillah memenangkan final wilayah dan melaju ke kejuaraan daerah di tingkat provinsi, kegiatan awal yang dia lakukan akan dimulai dari refleksi. Suami saya membantu Si Sulung menggali lewat pertanyaan tentang hal-hal apa saja yang akan jadi titik pijak kegiatan refleksinya.

Sedang bagi Si Tengah (10th) yang baru memulai laga pertama di kejuaraan wilayah, saya memintanya menyatakan komitmen belajar secara tertulis.

Hari ini, sambil menunggu makanan pesanan kami tersaji di sebuah restoran keluarga, anak-anak memulai kegiatan yang telah kami bicarakan sebelumnya. 

Karena bola basket bukan kegiatan wajib di keluarga kami (yang wajib itu.... solat ^_^), tak berapa sulit bagi Si Tengah untuk menemukan tujuan belajarnya. Justru refleksi yang dijalani oleh Si Sulung lebih memerlukan pendampingan. 

Refleksi diri yang kami butuhkan bukan hanya perasaan suka/tidak suka atau menarik/membosankan, tapi bagaimana Si Sulung menilai perjalanan dirinya sendiri, mencakup tantangan yang telah dan belum teratasi. Refleksi ini akan segera digunakan untuk membuat komitmen belajar yang baru, yang targetnya adalah final kejuaraan daerah untuk mendapatkan tiket menuju ke kejuaraan nasional setelah lebaran nanti. 

Kegiatan ini baru langkah sangat awal dari keseluruhan proses Merdeka Belajar. Pasti perlu diulangi berkali-kali sebelum konsep Merdeka Belajar menjadi keterampilan hidup yang menetap dalam diri mereka. Semoga Allah memampukan kami dalam menemani anak-anak menjapa tujuan penciptaan yang telah digariskanNya.

18 January 2017

PELATIHAN DISIPLIN POSITIF DARI KAMPUS GURU CIKAL


Tanggal 8-9 Desember yang lalu, alhamdulillah saya mendapat beasiswa pelatihan Disiplin Positif dari Kampus Guru Cikal. Beasiswa ini hanya selang 4 hari dari seminar Disiplin Positif yang saya ikuti di Sekolah Cikal. Tapi memang seminar 2 jam sungguh tidak bisa disamakan dengan pelatihan 2 hari.

TENTANG DISIPLIN POSITIF

Trainer kami di hari pertama adalah Bu Imelda. Membuka pelatihan dengan games, Bu Imelda sudah memberi inspirasi sejak awal, bahwa sebagaimana yang dialami sendiri oleh peserta ketika mengikuti games, kebebasan pada hakikatnya terikat dengan kesamaan-kesamaan yang dimiliki, atau pada kesepakatan yang dibangun, atau bahkan membutuhkan arahan jika diperlukan.

Lalu kami masuk pada pengertian Disiplin Positif dan tujuannya. Masing-masing peserta mengutarakan kata kunci yang dipahami tentang disiplin, dan mendiskusikan apa sebenarnya Disiplin Positif itu. Bu Imelda mengarahkan lewat pertanyaan-pertanyaan sehingga diskusi mengerucut pada satu pemahaman, bahwa Disiplin Positif menekankan pada perilaku positif, dengan mengajarkan dan menguatkan perilaku baik.

Apa targetnya? Kemampuan anak untuk mengendalikan diri. Di sini kata ‘kompetensi’ mulai banyak beredar. Kita mengharapkan siswa kompeten dalam disiplin positif,  bukan hanya tahu, bukan hanya bisa, tapi ‘memiliki’ hal tersebut sebagai perilaku yang menetap dan pada satu titik bisa mempengaruhi sekitarnya.

Di kelas, dari mana awal penerapan disiplin positif ini? Dari peraturan/kesepakatan kelas. Maka tiap kelompok bekerja membuat aturan kelompok untuk kelas tertentu. Beberapa panduan diberikan sebelum kerja kelompok, yakni menggunakan pernyataan positif, fokus pada hasil yang bertahan dalam jangka panjang, batasi jumlah aturan, libatkan siswa dalam penyusunan, terapkan secara bertahap, refleksi dan tinjau ulang jika ada hal yang perlu disesuaikan, dan pelanggaran harus segera ditindaklanjuti.

Namun setelah melihat hasil kerja masing-masing kelompok, diskusi selanjutnya mengantarkan pada beberapa tips dalam membuat peraturan kelas, yakni:

1.    Sesuaikan dengan karakteristik siswa di kelas
2.    Melakukan warming up dengan membaca buku/dongeng/studi kasus sebelum membuat kesepakatan
3.    Fokus pada hubungan anggota kelas dan kenyamanan ruangan
4.    Siswa tahu jabaran peraturan (dos and don’ts), biarkan mereka mencari contohnya
5.    Foto dan kirimkan ke ortusis untuk diterapkan juga di rumah

Terkait dengan poin ‘segera menindaklanjuti pelanggaran’, kami mendikusikan bagaimana cara menindaklanjuti pelanggaran terhadap kesepakatan. Bu Imelda meberikan kartu-kartu yang berisi contoh-contoh tindak lanjut atas pelanggaran yang terjadi. Manakah tindak lanjut yang baik dan mana yang tidak?

Setelah kelompok selesai berdiskusi dan memilah kartu, Bu Imelda memberi tabel perbedaan antara hukuman dan konsekuensi. Gunakan konsekuensi untuk menindaklanjuti pelanggaran, bukan hukuman. Hati-hati, beberapa hukuman diberi nama ‘konsekuensi’ padahal ciri-cirinya lebih pada hukuman.

Setelah itu masing-masing kami menceritakan pengalaman masa lalu ketika mendapat hukuman. Ternyata semua masing ingat dengan jelas, beberapa bahkan hampir mengalami trauma. Bu Imelda kemudian meminta peserta mengubah hukuman yang diterima di masa lalu menjadi konsekuensi logis, yaitu konsekuensi ang berhubungan dengan kesalahan, sesuai kemampuan anak, memberi kesempatan belajar pada anak, dan tetap menjaga harga diri anak. Karena berhubungan langsung dengan pengalaman buruk di masa lalu, maka tugas kali ini entah bagaimana terasa nyesss di hati.

Pelatihan hari pertama pun selesai. 

Hari berikutnya, trainer kami adalah Pak Bukik. Materi dimulai dengan gambar populer Triune Brain, yang menjelaskan bagaimana hukuman tidak akan membuat seseorang menjadi kompeten dalam disiplin positif.

Yang menarik, diskusi membawa kami pada kesimpulan bahwa terkadang baik pendidik maupun siswa sama-sama terjebak menggunakan otak reptil ketika berinteraksi. Guru merasa terancam ketika siswa mulai berulah, dan memilih marah (fight) atau membiarkan (flight). Sementara siswa yang kena marah akan bereaksi sama, melawan guru (fight) atau tak peduli (flight).

Namun Pak Bukik mengingatkan bahwa sebagai guru, kita bukanlah objek, namun subjek. Objek adalah orang bereaksi terhadap kondisi; ‘Jika murid begini maka saya begini” atau “Jika ortu begini, maka saya begini.” Guru adalah subjek, persona yang memiliki kemampuan untuk memutuskan dan mengubah kondisi.

Sebagaimana hukuman, iming-iming pun menjadi hal yang dihindari dalam penerapan disiplin positif. Kenapa? Karena iming-iming bisa menghilangkan makna kegiatan, siswa tidak paham kenapa melakukan sesuatu, dan tidak membangun kemampuan pengendalian diri. Jadi kalau tidak diberi iming-iming, bagaimana memotivasi siswa untuk berbuat baik?

Guru bisa memberikan penghargaan dan penyemangat (appreciation and encouragement). Bentuknya bukan barang, melainkan perhatian. Guru memperhatikan perilaku baik dan menyampaikan apresiasi, yang memunculkan perasaan mampu di diri anak, dan membuatnya ingin mengulangi perbuatan tersebut.

Kemudian materi pelatihan masuk pada 5 Posisi Kontrol dalam penerapan Disiplin Positif. Ada dua hal yang menurut saya paling sulit untuk mengambil posisi sebagai Pemandu/Manajer, yang pertama adalah bagaimana agar sikap ini bisa menjadi perilaku yang menetap dan keluar secara otomatis dari guru, dan yang kedua, bagaimana cara menggali pendapat siswa dan mengarahkan sikap mereka melalui pertanyaan.        
          
TIPS DARI DISKUSI

Sebagian besar sudah saya masukkan ke tulisan sebelumnya, namun berikut saya tambahkan beberapa tips yang dipaparkan dari Bu Imelda, Pak Bukik, serta peserta pelatihan lain sepanjang diskusi dan tanya jawab.

+Maksudnya menguatkan perilaku baik itu yang bagaimana?
-Fokus pada perilaku positif, dengan memperhatikan perilaku positif yang muncul, disebut, dihargai, dibiasakan, hingga akhirnya tertanam tanpa sadar.

+Bagaimana melatih anak tepat waktu datang ke sekolah?
-Datang tepat waktu penting buat anak karena membangun mood yang baik. Buat pagi yang menyenangkan sehingga anak ingin datang tepat waktu. Bisa menggunakan beragam aktifitas, midalnya games yang bermakna. Buat Bank Permainan yang berisi permainan-permainan yang menyenangkan tapi juga berkolerasi dengan materi belajar, meruopakan konteks atau review dari pembelajaran tertentu, atau dapat direfleksikan manfaatnya.

+Bagaimana jika anak sudah minta maaf tapi terus-terusan mengulangi kesalahan yang sama?
-Jangan jadikan kata maaf sekedar sebagai lip service.  Urutannya adalah anak melakukan refleksi terlebih dulu. Jangan menasihati, tapi menggali. Paparkan faktanya, tanya perasaannya, cari penyebabnya, bagaimana jika..., apa menurutmu.... Setelah itu sepakati konsekuensi dan biarkan anak menjalaninya, lalu minta maaf.

+Bagaimana jika pelaku pelanggaran tidak mau mengaku?
-Hentikan pembelajaran, ajak siswa lain untuk menghibur korban, ingatkan tentang nilai yang dipegang bersama (kesepakatan kelas), wawancara individual, bahas inti masalah di kelas, kuatkan kesepakatan kelas, bekerja sama dengan ortusis.

+Bagaimana jika anak enggan menjawab?
-Tawarkan alternatif solusi, minta anak untuk memilih tawarkan bantuan jika perlu. Ingat, guru harus benar-benar melaksanakan tawaran tersebut.

+Apa yang bisa menjadi pemicu motivasi internal?
-Rasa penasaran, perasaan otonomi atau menjadi orang dewasa, kesukaan, perasaan mampu/bisa.

+Bagaimana jika anak hanya tertarik satu aktifitas saja?
-Aktifitas yang disukai adalah pintu masuknya. Guru pelan-pelan memberikan tantangan untuk memasuki mata pelajaran atau katifitas lainnya. 
                 
HAL-HAL YANG MENGESANKAN

Apa perbedaan membaca buku dengan belajar langsung dari guru? Saya kira, perbedaannya adalah kekayaan dimensi yang dapat dihadirkan. Tatap muka dengan guru artinya kita bukan hanya mendapatkan apa yang tercetak di modul atau ditayangkan dalam powerpoint, bukan hanya hasil diskusi dengan pemandu dan teman, tapi juga hal-hal tersirat lain.

Seperti apa?

Seperti bagaimana pelafalan dan tempo bicara Bu Imelda saat menjelaskan. Bu Imelda tidak bicara lambat seperti pada anak-anak, tapi jelas dan efektif,  sehingga peserta bisa menangkap materi dengan baik. Seperti juga bagaimana Pak Bukik mengelola pendapat pro-kontra yang muncul sepanjang diskusi. Hal-hal seperti ini, adalah pembelajaran yang tersirat namun berharga.

Karena kekayaan dimensi yang didapatkan itu, saya berusaha benar-benar merekam hal-hal penting, meskipun tetap saja banyak hal yang terlewat. Sisi samping, atas bawah, maupun halaman kosong di balik modul pelatihan saya dipenuhi dengan catatan-catatan. Kebanyakan merekam berbagai tips sebagai alternatif untuk memecahkan kasus-kasus kedisiplinan yang terjadi di sekolah, beragam hal yang tidak ada di modul pelatihan karena muncul dari pertanyaan dan diskusi peserta.

Saya memperhatikan bahwa Bu Imelda dan Pak Bukik selalu menyediakan waktu agar peserta bisa melakukan refleksi setiap kali selesai kerja kelompok. Saya bahkan mencatat langkah demi langkah ketika Bu Imelda memfasilitasi diskusi kelompok, sejak bagaimana dibentuk, bagaimana jalannya tukar pendapat, sampai bagaimana mempresentasikan hasil diskusi, karena aktivitas ini penting menurut saya.                     

SETELAH ITU, LALU?

Di kelompok saya, teman-teman peserta lain mengeluhkan satu hal yang sama: kepala penuh! Pemahaman-pemahaman baru, perubahan yang mesti diusahakan, dan setumpuk gagasan dan ide yang bisa diterapkan. Memang begitulah harusnya, bahwa pelatihan harus membawa pada gerakan, dan gerakan ini akan mengubah kondisi ke arah yang lebih baik.

Maka para peserta pulang dengan banyak pekerjaan rumah. Mengubah diri sendiri, berbagi dengan guru sevisi supaya bisa bergerak bersama sekaligus selalu saling mengingatkan, dan akhirnya bisa mempengaruhi lingkungan kerja, tampaknya bukan hal enteng. Tapi jika sesuatu hal kita anggap baik, maka perlu diusahakan sebaik-baiknya.

05 June 2016

JANGAN MINDER

Pernah di sebuah acara diskusi, saya terkagum2 melihat seorang guru memaparkan pendapatnya mengenai bagaimana seharusnya guru menjadi fasilitator belajar siswa. Saya colek teman sebelah saya, yang kebetulan mengajar satu sekolah dengan guru tadi, "Pasti temenmu keren banget ngajarnya!"

Temen saya berpikir sejenak sebelum menjawab sambil nyengir, "Mmm.... Gatau deh. Muridku banyak yang komplen sih soal cara ngajarnya. Kaku, suka maksa, ga mau ngerti kondisi siswa."

Eh?

Jadi inget pada temen guru yang suka cerita tentang metodenya. Hadeh bikin saya minder pokoknya. Tapi suatu saat saya mendengar keluhan siswa2 tentang bagaimana guru ini sering ngambek di kelas.

Nah jangan2 saya sendiri begitu. Update status dan posting foto kayak orang bener, siapa yang jamin itu semua asli? Kalau mau tau yang sebenarnya, harus tanya anak saya, murid2 saya, orang yang pernah terlibat konflik dengan saya. Nah baru bisa tau siapa saya sebenarnya.

Kalo ada temen yang memuji -entah tulus atau basa basi- biasanya saya tanggepin sih. Tapi jangan khawatir, itu cuma becanda. Akyu ga percaya kok pujian kamyu. Karena kamyu ga kenal akyu . Kalau beneran kenal, mungkin ga jadi muji deh 😁

Begitulah, ga semua yang terlihat hebat ternyata beneran hebat. Seperti juga banyak yang kayaknya biasa2 aja justru membawa dampak. Memang ga boleh yah menghakimi sebelum kenal bener2. Jadi ya netral aja lah kalo ketemu orang baru, jangan sombong, jangan juga minder.

PIDATO KELULUSAN

Kompetensi Dasar: Mengungkapkan informasi secara lisan
Materi Pokok: Pidato

Awalnya saya putarkan banyak contoh pidato, mulai dari Bung Tomo sampai Raditya Dika. Diakhiri dengan videoklip valedictorian speech dari Jessica Stanley (Eclipse - Twilight Saga) karena kali ini tugas siswa kelas XII adalah membuat pidato kelulusan masing2. Syaratnya, tidak perlu pakai terima kasih atau minta maaf. Saya sudah puluhan kali menghadiri acara kelulusan yang valedictorian speechnya berisi terima kasih dan minta maaf.

Kemudian anak2 ini menulis, tentang kenangan, perasaan, pelajaran hidup dan harapan. Saya mewek 😢. Ya ampun sejak kapan anak2 ini jadi dewasa begini.

HARI TERAKHIR



Kemarin adalah hari terakhir saya mengajar Kelas XII IPA dan IPS ‪#‎SMAYapera‬. Di akhir jam pelajaran, saya menyampaikan apresiasi sedalam2nya pada semua siswa atas antusiasme dan semangat mereka yang tak pernah turun selama setahun ini.

Sungguh saya bersyukur bisa jadi guru ‪#‎BahasaIndonesia‬. Saya ada di sana ketika anak2 ini menyelami keindahan bahasa, menyaksikan perkembangan cara berpikir mereka ketika memberi opini dan berdiskusi, melihat perjalanan hidup mereka ketika mereka membuat curriculum vitae, dan berbagi keresahan lewat artikel dan wacana yang kami baca bersama.

Menjadi guru Bahasa Indonesia bagi saya berarti membuka sebagian hidup saya kepada siswa. Mereka membaca puisi2 yang paling saya suka, menelaah novel2 yang jadi inspirasi bagi saya, dan menonton film2 yang paling membuat saya terkesan. Pengalaman pribadi saya sebagai penulis, juga sebagai anggota klub debat, juga ikut dirasakan anak2 ini.

Di kelas, saya selalu bicara tentang minat dan passion. And I do walk the talk. Mudah2an mereka bisa merasakan apa yang membara di dada ini ketika menyusun program dan beraktifitas bersama mereka.

Anak2 ini sungguh mudah untuk diajar. Anak2 IPS yang ekspresif, semoga hingga nanti mereka tetap punya spontanitas seperti sekarang. Dunia akan memerlukan orang2 dengan pikiran merdeka seperti mereka. Anak2 IPA yang kompetitif, semoga hingga nanti mereka tetap punya tekad seperti sekarang. Dunia akan membutuhkan pekerja keras seperti mereka.

Saya benar2 bersyukur karena hal2 tersebut bisa saya alami. Karena itu saya sungguh2, sungguh2, merasa terhormat atas 1 tahun yang berharga ini bersama siswa kelas XII IPA dan IPS SMA Yapera.

‪#‎mewek‬ 😭😭


FLYING COLOURS

Saya cukup lama jadi guru privat dan bimbel, sejak kuliah semester 4 sampai menikah. Di akhir2 masa kerja, saya sudah merasa tidak nyaman karena tugas terbesar guru privat dan bimbel bukan untuk mendidik, tapi untuk menyiapkan anak menghadapi ujian. Saya mau jadi guru sekolah aja, pikir saya.

Tapi pendapat seperti itu ternyata muncul karena saya kurang jam terbang sebagai guru. Karena ternyata, hadist innamal a'malu binniyat itu terbukti. Mau di bimbel atau di sekolah, jika guru menganggap bahwa hasil dari pendidikan adalah nilai ujian, ya prosesnya akan sama saja.

Tsubota-sensei di film Flying Colour justru secara sadar memilih jadi guru bimbel, karena perbandingan guru-siswa lebih kecil hingga bisa tau di mana tombol ON masing2 anak. Yang maniak sepakbola dimotivasi dengan kata2 Mourinho, yang otaku ditantang pake kuis ala gamification, yang berniat balas dendam ke ortu malah dibantuin balas dendam. Tidak ada yang tertinggal tak mendapat spotlight. Dan hal2 tersebut justru tidak bisa saya lakukan sebagai guru sekolah.

Statistik:
Peringkat ke-3 box office untuk live action movie 2015.
Dinominasikan di 3 Movie Award untuk 7 kategori, dan memenangkan 4 di antaranya.

 

TEACHER AWARD



Tahun ini saya tidak mendapat award untuk guru favorit, atau yang paling ramah, atau yang paling tegas, atau guru inspiratif, atau apalah, tapi guru yang paling modis. Lagi. 😅

Jadi anak kelas 12 memparodikan saya, mengajar di kelas dengan heels 12 senti 😜

Makanya jangan percaya ‪#‎pentjitraan‬ di medsos. Guru seperti apa saya, harus ditanyakan langsung pada murid saya 😄

I'm proud though, for who I am.

EVALUASI PENDIDIKAN KARAKTER

Evaluasi pencapaian pendidikan karakter dalam acara Fieldtrip 2016 SMA Yapera ke Saung Angklung Mang Udjo Bandung, diikuti 200 peserta.

1. Peserta melaksanakan shalat tanpa diatur guru
2. Peserta antri dengan tertib saat mengambil wudhu tanpa diatur guru (spt dlm foto)
3. Peserta antusias mengikuti acara dan tertib mengikuti panduan
4. Peserta tidak bubar hingga selesai menjawab salam penutup dari pembawa acara
5. Secara umum tidak ada kemasan makanan/minuman di kolong bangku bis maupun tempat acara, namun masih ditemukan satu botol aqua dan dua lembar tisu di tempat duduk penonton
6. Tidak ditemukan peserta yang merokok.
7. Peserta sudah ada di bis pada waktu yang ditentukan.

Mengutip kata Pak Putra Indonesia, hal2 seperti ini adalah hal2 kecil dan rutin yang didawamkan guru pada siswa setiap harinya. Untuk hal2 sederhana seperti ini, kami butuh paling tidak sebelas bulan. Kuncinya ada pada keteladanan dan konsistensi, hingga masalah semacam buang sampah sudah menjadi kebiasaan, bukan lagi peraturan.


Tidak massal, namun intens.
Bukan conditioning, tapi penyadaran.
Ikhlas jika hasil besar tak segera datang.
Percaya bahwa Allah tak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali jika ada perubahan dalam jiwa mereka.


BUKU KERJA GURU


A. BUKU KERJA 1 :
1. SKL, KI, dan KD
2. Silabus
3. RPP
4. KKM


B. BUKU KERJA 2 :
1. Kode Etik Guru
2. Ikrar Guru
3. Tata Tertib Guru
4. Pembiasaan Guru
5. Kalender Pendidikan
6. Alokasi Waktu
7. Program Tahunan
8. Program Semester
9. Jurnal Agenda Guru

C. BUKU KERJA 3 :
1. Daftar Hadir
2. Daftar Nilai
3. Penilaian Akhlak/Kepribadia
4. Analisis Hasil Ulangan
5. Progpel Perbaikan & Pengayaan
6. Daftar Buku Pegangan Guru/Siswa
7. Jadwal Mengajar
8. Daya Serap Siswa
9. Kumpulan Kisi soal
10. Kumpulan Soal
11. Analisis Butir Soal
12. Perbaikan Soal

D. BUKU KERJA 4 :
1. Daftar Evaluasi Diri Kerja Guru
2. Program Tindak Lanjut Kerja Guru

Mengajar memang hanya 20% dari tugas guru. 80% lagi digunakan untuk mengisi administrasi.

16 October 2015

BELAJAR BAHASA ASING: NIHONGO

Kalo Bahasa Jepang, saya adalah jebolan Okaasan to Isshou dan Inai Inai Baa, yahahaha.... Terbukti pas Noken N4 gagal kan :D Abis kanjinya banyak bener sih, lah kanji yang saya tau cuma nama2 stasiun sepanjang Den-en Toshi Line. Paling jauh sampe Meguro. Udah tau buta huruf tetep aja sok2an ikut Noken :D

Kalo Bahasa Inggris kayaknya udah ada dorongan berekspresi, nah untuk Bahasa Jepang dan Bahasa Arab masih jauh nih kayaknya. Tapi sementara saya menemukan semangat baru di Bahasa Arab, motivasi belajar Bahasa Jepang justru menurun. Buat apa coba? Akirameta hou ga ii kana-tte ^_^

BELAJAR BAHASA ASING: LUGHAH ARABIYYA

Bahasa Arab? Nainiiiii.... Bahasa Arab ini sumber rasa bersalah saya, karena udah saya pelajari belasan tahun, daaaan..... sekarang hilang semuwaaaa.... :'(

Kemarin2 ga gitu nyesel juga sebenernya, hehehe. Ya abisnya ngerasa ga connected gitulah sama bahasanya. Nah baru tersadar ketika tahun lalu tinggal sekitar sebulan di Tanah Suci.

Waktu itu saya planga plongo aja bisanya. Ternyata di Arab itu yah, semua plang toko pake Bahasa Arab loh, gundul tentu saja. Dan orang2 pada ngomong bahasa Arab loh. TV, pengumuman, petunjuk jalan, semua pake Bahasa Arab.

Yaealaaah.... Namanya juga di Arab 😑

Bukan itu maksudnya. Saya tuh baru ngeh kalo Bahasa Arab itu bukan hanya bahasa teks  seperti yang saya temui selama ini. Jadi ya harus ngomong, karena kalo ngga ya susah mo bilang sama receptionist kalo kamar ternyata kurang. Jadi harus belajar denger, karena kalo ngga kita ga ngerti kudu janjian di mana sama petugas kursi roda. Jadi harus baca, biar tau ini toko es krim apa parfum.

Tiba2 Bahasa Arab jadi hidup bagi saya, dan bermakna untuk dipelajari.

Jadi ternyata konteks belajar itu penting banget yah. Ini ilmu mo kepake di mana, gimana makenya, dan manfaatnya apa, itu perlu dirasain langsung. Bukan cuma diceramahin, qeqeqeq...

Jadi kalo belajar bahasa asing, perlu disertakanlah mimpi untuk mengunjungi negara asalnya. Satu dua bulan cukup kayaknya sih buat pemanasan. Kalo gada sodara yang bisa direpotin, kali aja bisa numpang tidur di emperan KBRI. Eh gaboleh yah?

BELAJAR BAHASA ASING: ENGLISH

Suatu kali pas lagi ngoceh2 sotoy di depan kelas, saya tanya ke anak kelas XII Science apa pelajaran yang paling sulit bagi mereka.

Tak disangka, jawaban mayoritas ternyata bukan matematika, tapi Bahasa Inggris. Saya tanya di kelas XII Social, eh jawabannya sama.

Kalau pernah lihat naskah soal ujian Bahasa Indonesia di UN SMA, yah mirip2 koran gitu deh. Penuh sama wacana panjang2. Jadi untuk mengerjakannya, siswa perlu 'tahan membaca'. Nah naskah soal Bahasa Inggris ga jauh beda. Tapi selain 'tahan membaca' itu tadi, ada tambahan kudu hapal banyak vocab.

Imho, belajar Bahasa Jerman tuh susah. Belajar Bahasa Jepang juga susah. Nah kalo Bahasa Inggris atau Arab kayaknya lebih gampang, karena 2 bahasa itu banyak 'kelihatan' di sekitar kita.

Bahasa Inggris saya mulai lumayan ketika saya mulai nonton Kdrama dengan subtitle Inggris. Terus kalo nonton Kdrama, follow up activity-nya biasanya mampir2 ke dramabeans atau soompi kan yah. Udah sih, dari situ ajah.

Tau2 kalimat dalam bahasa Inggris bermunculan sendiri di kepala, dan biarpun masih pletat pletot ya pede ajalah dijadiin status. Itung2 latihan.

Kayaknya sih karena sering berinteraksi dengan Bahasa Inggris, awalnya cuma sekedar paham2 aja, tapi terus akhirnya ada dorongan buat berekspresi dalam bahasa itu. Masih tahap tulisan, nanti2 kali aja ada dorongan buat casciscus ngobrol, aamiiin
...

Nah kalo saya kan mulainya dari Kdrama. Yakali murid2 saya bisa mulai dari apa gitu yang mereka suka. Tutorial game atau lirik lagu atau apalah apalah. Kalo interaksinya cukup kayaknya ga susah deh bikin bahasa asing supaya 'keluar'.

EVALUASI UTS

Langsung kicep pas pak suami komentar kalo formative assessment macam #uts harusnya gapake dinilai. Secara formative assessment tujuannya buat dapet feedback tentang upaya guru dalam mengampu pelajaran.

Lah bener sih emang, tapi kan jadi merusak tatanan dalam sebuah sistem yang telah mapan. Akibatnya profil pic galau tayang lagi dah di FB, qeqeqeq....

Baelah, let's see what we can do. Hari ini pertemuan pertama setelah uts dan siswa melakukan evaluasi diri tertulis mengenai hasil yang mereka dapat. Hasilnya seru juga!

Yeah, it's nothing new. Cuma karena karena saya ga pernah melakukan refleksi tertulis di kelas (kaga pernah sempet, ampun dah), jadi norak2 bergembira pake dipajang2 segala 😁

14 October 2015

When Dream Meets Reality (2/2)

Salah seorang siswa saya bekerja sebagai cleaning service dan saya sangat bangga padanya.

Karena dia wefie dengan seragam kerja bersama teman-teman, terlihat percaya diri, bahagia dan contented.

Karena dia bersemangat belajar kristalisasi lantai, yang tidak semua cleaner menguasai.

Karena dia bertekad 2 tahun lagi akan jadi supervisor.

Karena sementara teman2nya yang kuliah masih minta ke orang tua, dia sudah bisa mandiri, punya kendaraan sendiri, dan ikut membantu keuangan keluarga.

Tidak semua pekerjaan terlihat mengilat, tapi bukan berarti pekerjaan itu tak punya nilai. Mental yang kuat menghadapi kondisi, serta keinginan untuk belajar dan berkontribusi, tampaknya jadi hal wajib diajarkan pada anak-anak kita.

When Dream Meets Reality (1/2)

Tadi sisa waktu 10 menitan sebelum pulang, mau ngelanjutin materi baru kok rada kagok juga. "Jadi ngapain nih kita?"

"Ceritaaaaaa..."

Jadi yah tolong dipahamilah kalo saya demen cerita tentang diri sendiri. Secara yes, bakat narsis saya disuburkan oleh siswa2. Meski saya curiga mereka bukan tertarik ocehan saya, tapi berusaha mengosongkan waktu tanpa pelajaran sampai bel pulang.

Jadi 10 menit itu saya ngegosipin beberapa temen FB di kelas, daaan... itu mungkin anda! Kamu, iya kamuuu....  hahaha....

Pertama saya tanya, "Adakah yang setelah lulus mau jadi cleaning service?"

Tidak ada.

"Bagaimana jika setelah lulus, kesempatan yang datang padamu adalah ckeaning service? Apa yang akan u kamu lakukan?"

Kami ngobrol tentang hidup yang tidak linear. Bahwa mencapai impian kadang harus berputar-putar dulu. Sekarang mereka tentu bercita2 masuk PTN atau PTS papan atas. Kalaupun harus bekerja jadi SPG/SPB (seperti standar pekerjaan lulusan SLTA pada umumnya), setidaknya di butik dari international brand di mal besar.

Tapi bagaimana jika akhirnya kondisi membuat mereka harus masuk perguruan tinggi kelas tiga? Bagaimana jika kesempatan yang terbuka adalah jadi cleaning service atau tukang parkir? Ketika takdir menghadapkan mereka pada kenyataan yang tidak seindah bayangan, apa yang bakal mereka lakukan?

Saya bilang pada mereka bahwa salah satu mantan murid saya bekerja sebagai cleaning service, dan saya bangga banget padanya. Karena....

(Bersambung)

21 February 2015

TAMBATAN HATI

Demo buruh...

Kalo ukurannya gaji, memang lebih baik jadi buruh daripada jadi guru. Hanya perlu pendidikan setara SLTA, gaji minimal UMR. Temen2 guru saya yang gajinya setara UMR bisa dihitung dengan jari. Ga tau ya kalo guru PNS, katanya guru SD aja ga pake tugas tambahan bisa dapet 7 jutaan.

Kalo ukurannya kemuliaan dan pahala, Allahu A'lam. Dalam Islam, pendosa yang memberi minum anjing kehausan diputuskan masuk surga, jadi hanya Allah yang tau berapa 'harga' kebaikan2 kita.
Jadi kenapa tetap pilih jadi guru?

Kalo saya merasa Allah menambatkan hati saya di profesi ini, dan kebetulan ada kesempatannya, hingga memilih berkontribusi dari bidang ini. Sementara yang lain hatinya tertambat di sisi lain, jadi memilih berkontribusi di sana. Mudah2an Allah ridha.

ANAK SMA DAN KEDEWASAAN

(1)
Udah nonton Twilight Saga - Eclipse, kan? Masih inget valedictorian speechnya Jessica? Bisa dicari potongan filmnya di Youtube, tapi isinya kira2 begini:

"Waktu kita umur lima tahun, orang2 bertanya, "Mau jadi apa kalo sudah besar?" Kita jawab mau jadi astronot, presiden, atau kalo saya, pengen jadi putri.
Waktu kita sepuluh tahun dan ditanya lagi, jawabnya bintang rock, koboi, atau kalo saya, peraih medali emas.
Tapi sekarang kita sudah dewasa. Orang2 ingin jawaban yang lebih serius. Nah, bagaimana dengan ini ... WHO THE HELL KNOWS?
Sekarang bukan waktu untuk membuat keputusan yang sulit dan cepat. Sekarang adalah waktu untuk membuat kesalahan. Naik kereta api yang salah dan terjebak di suatu tempat dingin. Jatuh cinta, yang banyaaak. Ambil jurusan Filsafat karena ga ada lowongan kerja buat sarjana filsafat. Berubah pikiran, kemudian mengubahnya lagi, karena tidak ada yang tetap terus2an. Buat kesalahan sebanyak-banyaknya.
Dengan begitu, suatu hari nanti, ketika mereka bertanya lagi apa yang kita inginkan, kita ga perlu menebak. Kita sudah tau."


(2)
Beberapa hari ini saya memikirkan valedictorian speechnya Jessica tadi. Benarkah 18 tahun adalah waktu untuk membuat kesalahan? Jadi bisakah kita bilang "Maklum anak muda" jika seorang berusia 18 tahun berbuat tanpa pikir panjang?

Karena Usamah bin Zaid telah memimpin pasukan perang di usia 18 tahun.

(3)
Ketika seorang berusia 18 tahun, sudah pegang ijazah SLTA, tapi kenal dirinya sendiri saja tidak, bukankah kita harus khawatir?

Ditanya punya kompetensi apa yang bisa 'dijual', jawabnya tidak tau. Ditanya mau kejar karier di bidang apa, jawabnya tidak tau. Ditanya kenapa kuliah ambil jurusan itu, jawabnya tidak tau.


(5)
Kelas XII itu (atau harusnya sejak kelas X sih) itu harusnya waktu buat cari tau mau ngapain, ngider ke sana ke mari, ketemu dan ngobrol dengan banyak orang, liat segala macam. Karena begitu kuliah dan baru ngeh kalo ternyata jurusnya sama sekali bukan minat, bakal terjebak dan sulit balik karena terlanjur ngabisin waktu dan uang.

KENAPA JADI MALAH FULL PM DAN BIMBEL? ‪#‎IHateUN‬

GOOD TEACHERS ARE MANDATORY


JUALAN DI SEKOLAH


 

Kudapan dari Bu Ida Farida, beli dari siswa yang jualan di sekolah. Karena banyak siswa yang jualan, tahun ini sekolah memesan kue dari mereka untuk kudapan acara-acara sekolah. Alhamdulillah, market week nanti kayanya lebih mudah, anak-anaknya sudah biasa bisnis. 

Market week adalah salah satu proyek kelas pengembangan diri untuk kelas XII. Tapi anak-anak kelas XII bukan hanya diminta berjualan, tapi juga membuat business plan dan laporan keuangannya.