01 January 2011

APAPUN MAKANANNYA, MINUMNYA .....

Bukan, ini bukan iklan. Tapi kalimat yang lurus-lurus aja model gini ternyata bisa berakibat cukup parah kalau dijadikan bahan bercandaan. Separah apa? Separah bisa membuat guru keluar dari kelas dan menolak mengajar lagi.

Yah, memang guru juga manusia. Banyak masalah di rumah, jam mengajar yang padat, ditambah kondisi fisik yang tidak fit, amat mungkin membuat dinding kesabaran jebol pas mengajar.



Kejadian sih sudah bertahun-tahun yang lalu. Saya masih di tahun pertama mengajar saat itu. Di kelas XII, seorang guru yang terpancing emosinya akhirnya melontarkan kalimat, "Saya makan ati ngajarin kamu!"


Spontan, seorang siswa menjawab dengan kalimat sakti tersebut, "Apapun makanannya, minumnya Teh Botol Sosro."

Mendengar celetukan itu, guru tersebut merapikan buku-bukunya, keluar kelas, dan langsung minta berhenti mengajar.

Saya pernah menulis tentang humor sebelumnya. Berkaca dari kejadian di atas, humor jadi elemen sangat penting ketika guru mengajar. O bukan, guru yang memiliki sense of humor bukan guru yang suka bercanda, cerita lucu, atau tertawa. Itu semua hanya penampakan luar dari sense of humor.

HUMOR justru diartikan sebagai suatu kualitas persepsi yang memungkinkan kita mengalami kegembiraan, bahkan ketika kita sedang menghadapi suatu kemalangan atau kesusahan.

Guru yang memiliki sense of humor yang baik tidak akan cepat gusar karena celetukan usil dari siswa atau gangguan lingkungan lainnya. Dia justru dapat menemukan hal-hal yang lucu dan/atau menyenangkan dari segala hal.

Dulu, saya adalah guru yang tidak terlalu ramah. Ah, langsung sajalah, dulu saya guru yang jutek. Salah seorang siswa pernah bilang, "Bu Irma kurang senyum." Okelah, ngapa takut-takut si? Saya sebut saja nama siswanya: Zubait ^^; Kenapa saya jutek? Karena saya mengira, tersenyum, tertawa, bercanda, akan menurunkan wibawa saya di dalam dan di luar kelas.

Jadi kalau ada siswa yang nyeletuk, saya diamkan. Kalau mulai 'ga nyambung' dan bertambah frekuensi nyeletuknya, saya marah. Tapi itu semua sebelum saya melihat Febi menangani siswa di kelasnya.

Ya, saya memang berutang banyak pada rekan-rekan guru Yapera yang mengajarkan saya banyak hal dalam pendidikan, termasuk Febi. Dalam satu kesempatan visitasi ke kelasnya, saya melihat Febi menanggapi semua celetukan, bahkan yang konyol sekalipun. Misalnya semacam ini:

"Di mana habitat buaya?"
"Di sepiteng (maksudnya septic tank) si anu tuh, Bu."

Kelas jadi ramai karena celetukan konyol semacam itu. Kalau saya gurunya, mungkin akan marah, atau setidaknya kesal. Tapi Febi dengan santai menjawab, "Oh, bukaaan... Ga ada buaya tuh di septic tank. Ada yang tau di mana habitat buaya?"

Saya pikir, ketahanan pada celetukan seperti ini sudah menunjukkan sense of humor yang baik, berikut pandangan positif, juga kesabaran. Meski kita semua tau, Febi bukan guru yang sering bercanda.

Saya jadi teringat rapat dengan guru piket di awal tahun, juga diskusi tentang kedisiplinan di pelatihan guru SMK kemarin. Sepertinya semua sependapat, bahwa anak-anak sekolah, wajar saja bila tidak mengikuti peraturan, suka iseng di kelas, dan semacamnya.

Bila tidak mengarah ke kriminal, atau membahayakan atau mengandung unsur bullying, ya santai sajalah. Kalau peraturan mengatakan harus dihukum, ya hukumlah, tapi tidak perlu sampai emosional dan reaktif.



Apa itu reaktif? Reaktif adalah bertindak menuruti feeling, bukan prinsip.

Kalo ada anak nyeletuk iseng, feelingnya kan pengen nampol, padahal prinsip yang benar adalah berpikir bahwa, "Yah... namanya juga anak-anak. Kita ketawain aja bareng-bareng kekonyolannya."

Nah, itu yang namanya sense of humor. Bukan soal bercanda atau cerita lucu.

Saya sendiri (merasa) tidak bisa bercanda, bahkan saya masih kesulitan bersikap ramah. Tadi Pak Saihu masuk ruang guru, ber-say hi pada semua, terus menclok sana menclok sini sambil ngobrol-ngobrol ringan. Sebentar kemudian Bu Nita masuk, melakukan hal yang sama. Keduanya membuat saya iri karena memiliki kepribadian yang enteng, easy going, menurut saya. -> curcol dah tu kan jadinya.

Tapi orang kan berbeda-beda. Saya mungkin tidak terlalu ramah dan sulit memulai pembicaraan, juga tidak pandai bercanda dan melontarkan lelucon, tapi sepertinya saya masih bisa meningkatkan sense of humor saya ketika mengajar.

Mudah-mudahan saja. Amin...