05 November 2006

Nama Saya Irmayanti

Nama saya Irmayanti. Hanya Irmayanti, seperti yang tertulis di akte kelahiran. Tapi ayah saya suka ngambek kalau namanya tidak ikut tercantum. Jadilah nama saya Irmayanti Nugraha. Saya lahir di Jakarta dari ibu asli Betawi dan Ayah asli Sunda. Saya sendiri selalu mengaku orang Betawi, karena itulah budaya yang melingkupi saya sejak kecil. Pan malu kalo ngaku orang Sunda tapi kagak bisa ngomong Sunda. Orang-orang seringkali menyangka saya anak bontot, padahal saya sulung dari tiga orang adik yang kesemuanya laki-laki. Adik saya yang terakhir lahir ketika saya berusia 19 tahun. Kelahirannya memberi kesempatan training mengurus anak pada saya.

Pengumuman UMPTN yang memberi kabar bahwa saya di terima di Sastra Arab UI tidak saya terima terlalu antusias. Bukannya tidak bersyukur, tapi saya sudah belajar Bahasa Arab sejak kelas satu SD sampai kelas tiga Aliyah. Juga bukan sombong, hanya saja bosan. Dan seperti yang saya duga, mata kuliah Kemahiran Bahasa sebagian besar hanya mengulang apa yang saya telah pelajari. Berangkat dari kejenuhan, saya memutuskan untuk mengambil kuliah dobel di malam hari. Pilihan saya jatuh pada Prodip Akuntansi Syariah di Shariah Economics and Banking Institute (SEBI), Ciputat.

Ketika IP semester pertama di SEBI saya terima, saya cukup terkejut melihat nilai Ekonomi Mikro yang hanya mendapat B. Bagaimanapun, sedikit su'udzan pada dosen yang mengajar mata kuliah tersebut terlanjur muncul tanpa bisa dicegah. Hal ini saya ceritakan pada seorang teman, yang ternyata menyampaikannya pada dosen yang bersangkutan. Dosen tersebut, Ledi Trialdi, sekarang menjadi ayah dari Dhiya Fissilmie dan Dhiya Alannafs.

Dhiya Fissilmie lahir di Jakarta tahun 2003, tidak lama setelah saya diwisuda. Ayahnya, yang sejak dia berusia dua bulan dalam kandungan sudah berangkat mengambil S2 di Jepang, alhamduliLlah dapat hadir mengazankannya. Tiga bulan berselang, Dhifie, begitu ia dipanggil, bersama saya menempuh perjalanan udara 10 jam menyusul ayahnya, dan tinggal di Jepang hingga usianya setahun dua bulan. Dhiya Alannafs lahir tiga tahun setelahnya. Kami sudah pulang ke Indonesia dan tinggal di Ciledug, Tangerang. Saat ini saya menyambi pekerjaan rumah tangga dengan mengajar di sebuah SMA swasta dekat rumah.

Hidup memang penuh kejutan. Pada satu titik, saya menyadari bahwa semua yang terjadi adalah skenario Allah. Sekarang saya malah bersyukur diterima di Sastra Arab UI. Syukur yang akhirnya menghapus penyesalan-penyesalan lainnya di belakang. Kalaupun ada jalan lain yang bisa saya tempuh, saya tetap percaya bahwa jalan ini yang terbaik. Jalan di mana semua potensi yang ada termaksimalkan dalam membentuk sebuah harmoni bernama: hidup saya. Sekarang saya bahagia.

2 comments:

  1. Dear mbak Irma.

    Salam kenal ya.
    Seneng deh mbak Irma mau jenguk blog ku. Apakah tau dari flp milis?.

    Boleh dong kita kenalan lebih dalam, biar tujuan blog ini menambah sahabat bisa terwujud.

    Apakah ada yang bisa aku bantu untuk 'membuka jalan yang mbak lagi usahakan?'

    -novi-

    ReplyDelete
  2. ibu irma,,,, saya alumni sma an-nurmaniyah,,, 2009
    kngen bngt dh am ibu irma,,,

    susi

    ReplyDelete