26 February 2012

SAKIT HATI

Adakah yang bisa memberi saya tips, bagaimana agar anak-anak yang kita didik di sekolah tidak menyontek?

Saya selalu malas bila sudah waktunya mengoreksi ujian, baik UTS maupun UAS. sebabnya jelas: ada saja anak-anak yang menyontek. Saya memang tidak mengawasi ujiannya, tapi hasil yang ada di kertas memang mengecewakan. Jawaban yang sama, sampai ke huruf-hurufnya (saya tidak pernah memberi soal pilihan ganda). Bahkan ada jenis tulisan yang berbeda dalam satu lembar jawaban, tanda kalau kertas itu dipindah-pindahkan selama ujian.



Sebelum ujian (aduh, saya jadi emosional sekali sekarang ini), saya sudah menjelaskan berkali-kali, bahwa anak-anak ini tak perlu memiliki nilai bagus dalam ujian. Tak semua anak menyukai mata pelajaran yang saya ampu. Saya pun tak mau memaksa. Dan tak semua orang berbakat di bidang bahasa.


Lalu darimana nilai didapat? Dari kuis harian, yang saya ambil setiap kali saya masuk. Tapi nilai selalu diambil di hadapan saya, tak pernah ada ulangan massal. Saya tahu pasti performa mereka dalam pelajaran ini.

Bila ada anak yang tidak lengkap nilainya, saya kejar sampai penuh sebelum ujian. Begitu pula yang nilainya belum cukup, saya tagih remedial sampai nilainya baik. Nilai saya jamin!


Untuk apa? Agar mereka menghargai usaha dan kerja keras. Agar mereka tak melakukan kebohongan hanya demi angka. Agar mereka mengetahui kemampuan mereka sendiri. Agar mereka tahu rasanya 'hasil setelah mandi keringat', dan mampu menghargai diri sendiri karena hal itu.

Tapi mereka memilih menyontek daripada menjaga hubungan baik dengan saya. Mereka memilih nilai daripada rasa percaya. Ya, saya sakit hati melihat lembar jawaban ujian, sekaligus sedih karena tak berhasil mendapatkan kepercayaan anak-anak ini.

[sigh...]

Pengawas ujiannya yang harus disalahkan? Saya tidak terlalu suka memilih jalan mudah seperti itu. Sekolah sudah terlalu penuh dengan kesadaran yang artifisial. Berlaku baik karena peraturan, bukan berasal dari dalam hati. Jadi lupakanlah soal pengawas ujian.



Bagaimana bila ujian dihapuskan saja? Saya bahkan pernah bilang, mata pelajaran yang saya ampu tidak perlu ujian. Saya punya cara sendiri mengevaluasi anak. Tapi masalahnya tidak sesederhana itu. Ini urusan dapur sekolah, dan sebaiknya hanya diketahui kalangan terbatas. Tapi intinya, kemungkinan itu akan menimbulkan masalah lain, sehingga tidak mungkin ada satu mata pelajaran yang tidak diujikan.


Atau ada yang salah dengan cara saya?

Satu-satunya jalan adalah kembali berusaha. Kembali mencari cara sampai saya dan para siswa berada pada pemahaman bersama. Ah, betapa mudah meluluskan anak, tapi tak demikian halnya dengan mendidik mereka.

No comments:

Post a Comment