27 November 2012

KARENA SEBUAH KENANGAN

Tak disangka, mengenakan batik PGRI untuk yang pertama kalinya mendatangkan keharuan dalam dada. Apakah karena merasa bagian dari sebuah organisasi guru? Apakah karena romantisme perjuangan si pahlawan tanpa tanda jasa?

Hehehehe, bukan....

Tapi karena sebuah kenangan.


Ketika saya bercermin di pagi sebelum upacara, lembaran-lembaran kenangan tentang guru-guru saya dulu segera memenuhi kepala. Saya menggunakan pakaian yang sama persis dengan yang digunakan Bu Ida Idris, Pak Budi, Pak Bahroin, Pak Samsul. Seperti melihat kembali mereka berdiri di depan kelas, berjalan di koridor, dan menuruni tangga menuju kantor guru.

Maka saya bahagia, bukan karena seragam apa yang saya gunakan, tapi karena perasaan dekat dengan guru-guru saya tercinta.

Memang waktu sungguh bergerak. Saya yang dulunya siswa, sekarang menggunakan pakaian yang sama dengan guru-guru saya.

Di sisi lain, siswa-siswa saya, yang sungguh saya ajar di kelas ketika usia mereka 15 tahun, sekarang telah jadi rekan sejawat saya.


Ini adalah Wahyu, 7 tahun lalu dia adalah murid saya, sekarang telah jadi rekan sekerja. Jadi saya harus memanggilnya Pak Wahyu. Aneh sekali rasanya berfoto pagi kemarin itu, karena saya merasa sepertinya saya tak ke mana-mana, sementara kejadian-kejadian lain di dunia berdesingan melewati saya. Jarak antara guru dan siswa yang dulu terlihat jauh, ternyata hari ini sudah hilang sama sekali.

Meski merasa limbung dengan kenyataan betapa relatifnya waktu ketika berkelindan dengan kenyataan, saya nikmati perjalanan ini dengan penuh syukur.

SELAMAT HARI GURU!

23 November 2012

BALAS DENDAM

Pernahkah anda masuk ke kelas dan hanya melihat sepertiga saja dari jumlah keseluruhan siswa?

Yah, itu terjadi pada saya hari Senin lalu. Karena saya masuk setelah jam istirahat, saya bertanya apakah siswa lain masih ada di kantin. Ternyata tidak, duapertiga isi kelas memang tak hadir hari itu.


Bagaimanapun, guru piket pasti sudah mengambil langkah tentang masalah ini, jadi saya tak perlu ngomel lagi di kelas. Lagi pula, siapa yang harus diomeli, kan yang alpa tidak ada di sini. Masa' iya malah ngomelin siswa yang masuk?


Tapi kesal sih tetap ada, dan setiap menemukan kasus seperti ini, saya selalu gemas. Meski tanpa persiapan, saya segera putar otak merencanakan pembalasan bagi mereka yang tidak hadir.


Saya menyuruh siswa pindah ke perpustakaan, syukurlah ruang audiovisual sedang kosong. Sementara para siswa pindah gedung, saya berlari pulang, mencari beberapa buku, CD, dan mencetak bahan, syukurlah rumah saya dekat sekali dengan sekolah.



Apa yang kami pelajari hari itu? Manga.

Ya, komik. Kami membahas tentang shoujo manga dan shounen manga. Syukurlah kedua jenis manga itu tersedia di perpus. Kami juga membedakan manga yang masih raw dan manga yang sudah di-flip oleh penerbit Indonesia. Syukurlah kedua jenis itu juga tersedia di perpus.


Kemudian saya membahas sedikit yang saya tau tentang animasi dari Studio Ghibli, dan memutar sedikit cuplikan dari Tales from Earthsea. Terakhir, kami bernyanyi bersama: Teru no Uta *, salah satu suara terindah namun tersedih yang pernah saya dengar.


Saya tak tahu banyak soal manga dan anime, lagi pula itu semua tak ada dalam kurikulum. Tapi siswa yang tak lebih lima belasan orang itu sangat antusias, dan ketika kami bernyanyi bersama, saya segera bisa melihat bahwa mereka some how terhubung dengan (terjemahan) Teru no Uta.


Jadi, itulah balas dendam saya pada siswa yang berani-beraninya tidak masuk hari itu.


Melewatkan kelas saya? Mereka akan menyesal melakukannya!





* Barangkali ada yang mau dengar Teru no Uta (Therru'Song): http://www.youtube.com/watch?v=8M15yHEnEJ0. Teks yang saya punya ditulis ulang dan diterjemahkan oleh sahabat saya, Nesia Andriana.





--TERU NO UTA –

Penyanyi : Teshima Aoi
Penerjemah : Nesia A.

夕闇迫る雲の上
Yuuyami semaru kumo no ue
Samar menjauh di atas langit

いつも一羽で飛んでいる

Itsumo ichiwa de tonde iru
Selalu sendirian ia saja terbang

鷹はきっと 悲しかろ
Taka wa kitto kanashi karou
Elang itu sedih, tentu

音も途絶えた風の中
Oto mo todaeta kaze no naka
Suaranya hanyut bersama angin

空をつかんだその翼
Sora wo tsukanda sono tsubasa
Sayap yang mencengkeram langit

休めることは できなくて

Yasumeru koto wa deki nakute
Tidak bisa ia beristirahat

***

こころを何に たとえよう

Kokoro wo nani ni tatoeyou
Hati ini, tak seorangpun tahu

鷹のような このこころ

Taka no you na kono kokoro
Hati ini bagai elang itu

こころを何に たとえよう

Kokoro wo nani ni tatoeyou
Hati ini, tak seorangpun tahu

空を舞うような 悲しさを

Sora wo mau youna kanashi sa wo


Kesedihan yang menari di langit, sungguh
menyakitkan

***

雨のそぼ降る岩陰に

Ame no sobo furui wakage ni
Di bawah bayangan batu karang, saat hujan turun

いつも小さく咲いている
Itsumo chiisaku saite iru
Ia mekar kecil saja

花はきっと せつなかろ

Hana wa kitto setsuna karou
Bunga itu sedih, tentu

色もかすんだ雨の中

Iro mo kasunda ame no naka
Warnanya pun memudar di tengah hujan

薄桃色の花びらを

Usu momo-iro no hanabira wo
Kelopak merah muda sewarna  peach

愛でてくれる 手もなくて

Medete kureru te mo nakute
Tak ada tangan yang ingin menyayanginya

***

こころを何に たとえよう

Kokoro wo nani ni tatoe you
Hati ini, tak seorangpun tahu

花のような このこころ
Hana no you na kono kokoro
Hati ini, bagai bunga itu

こころを何に たとえよう

Kokoro wo nani ni tatoe you
Hati ini, tak seorangpun tahu

雨に打たれる せつなさを
Ame ni utareru setsuna sa wo
Kesedihan yang terbentur derai hujan

***

人影絶えた野の道を

Hitokage taetano no michi wo
Bayangan orang-orang sirna di jalan setapak

私 と共 に 歩んでる

Watashi to tomo ni ayunderu
Bersamaan ketika aku melangkah

あなた も きっと さみしかろ

Anata mo kitto samishi karou
Kamu juga kesepian, bukan?

虫 の 囁くくさはらを

Mushi no sasayaku kusahara wo
Serangga berdenging di semak-semak

共に道行く人だけど
Tomo ni michiyuku hito dakedo
Bersama-sama kita menapaki jalan itu

絶えて物言う こともなく

Taete mono iu koto mo naku
Tapi tak ada kata yang bisa diucapkan

***

こころを何に たとえよう
Kokoro wo nani ni tatoe you
Hati ini, tak seorangpun tahu

一人道行く このこころ
Hitori michiyuku kono kokoro
Hati ini sendirian menapaki jalan

こころを何に たとえよう
Kokoro wo nani ni tatoeyou
Hati ini, tak seorangpun tahu

ひとりぼっちの さみしさを
 Hitoribocchi no samishi sa wo
Kesendirian yang sepi ini sungguh
menyakitkan

***

"PINJAM RAUTAN YA, BU!"

Tadi, seorang siswa memanggil saya yang sedang berkeliling memeriksa tugas yang sedang dikerjakan siswa.

"Ibu punya rautan ga, Bu?"

Saya menyuruhnya mengambil di tempat pensil saya di atas meja guru, dan dia bangkit, berjalan ke depan kelas, lalu mengorek-ngorek tempat pensil saya.

Tiba-tiba saya jadi ingat dengan istilah 'akrab dominan' yang diperkenalkan oleh seorang tokoh pendidikan, kala bicara bagaimana model hubungan terbaik antara guru dan siswa. Guru harus akrab, namun tak boleh kehilangan wibawa.

Saya sendiri masih berusaha untuk memiliki hubungan 'akrab dominan' ini, sambil mereka-reka apa saya sudah menuju arah yang benar dalam membina hubungan dengan siswa.

Tak banyak (tak ada? hihihi...) anak yang curhat masalahnya pada saya, namun seperti cerita di atas, sepertinya saya tak terlalu berjarak dengan siswa. Mungkin belum bisa dibilang akrab sih, tapi lumayanlah.

Ada guru yang akrab dengan siswa tapi kebablasan. Siswa bicara sembarangan dan berbicara/bersikap seperti pada teman. Ini juga tak baik, karena berarti tak mengenal adab. Istilahnya, akrab tapi tak dominan.

Saya melihat ke sekeliling. Beberapa siswa berjalan-jalan, suara obrolan juga mengambang samar di udara. Memang bukan kelas yang tenang.

Tapi mereka bekerja. Yang berjalan biasanya sedang meminjam spidol warna yang memang dipakai bergantian. Yang mengobrol ternyata membincangkan tugas yang sedang dikerjakan, tidak berteriak-teriak, tapi dengan suara ringan saja. Satu dua siswa berjalan menghampiri saya, membawa tugas setengah jadi, untuk memastikan mereka ada di jalur yang benar.

Ini kelas yang santai, saya kira, namun tetap fokus. Jadi rasanya saya tetap tidak kehilangan dominasi saya di sini.

12 November 2012

KELAS PD BIKIN PD

Sedikit banyak saya merasa iri pada siswa-siswa saya sekarang. Utamanya karena di zaman saya sekolah dulu, belum ada yang disebut dengan pendidikan karakter yang terencana seperti sekarang.

Tapi kami guru-guru di sekolah ini hampir tak tau apa-apa tentang pendidikan karakter ini. Semua guru di sini belum pernah mendapatkan pelatihan resmi tentang pendidikan karakter. Yang kami punya hanya naluri sebagai guru, bahwa siswa tak bisa hanya dicekoki pelajaran saja. Tapi juga harus dibangun jiwanya, diperluas wawasannya.

Sebenarnya pencarian atas bentuk pendidikan karakter di sekolah kami sudah cukup lama juga. Begitu pendidikan karakter mulai digaungkan, dinas pendidikan kota sudah menyuplai buku pegangan untuk guru dan siswa. Penerbit juga menyebar sampel buku pendidikan karakter yang bisa dibeli. Sayang, cara materi itu disajikan sungguh kering dan tidak menginspirasi.

Ada juga materi yang bagus, malah telah di-franchise-kan secara internasional. Sebenarnya saya ngiler berat begitu lihat materi dan tampilan tools-nya. Tapi ya itu, mihil, bo... Akhirnya kami memutuskan, kita buat sendiri aja!

Meski pendidikan karakter seharusnya menyatu dalam pembelajaran, tapi dipandang perlu untuk tetap menjadwalkan satu jam pelajaran sebagai waktu khusus membimbing soft skills siswa. Setiap Rabu pagi, masing-masing guru dengan 20 siswa kelompoknya duduk melingkar. Semacam morning talk, begitu. Kami menyebutnya kelas PD, Pengembangan Diri.

Apa hebatnya program ini? Bukankah sekolah lain juga banyak yang memiliki program serupa? Malah bukan hanya seminggu sekali, tapi setiap hari.

Ya memang ini program biasa saja. Tapi untuk sekolah yang pada siang hari ruangannya digunakan untuk sekolah lain, bahkan 45 menit untuk jam 'ngobrol-ngobrol dengan siswa' ini sulit sekali dapat tempat di antara sesaknya kurikulum. Solusinya? Kami mengorbankan jam pelajaran. Dan hasilnya sama sekali tidak merugi.

Adalah Fahrudin, guru IPS, yang merangkum semua materi yang bisa kami dapat. Guru-guru PD yang lain mengumpulkan berbagai materi dari buku, internet, majalah, tabloid, dan sumber lain. Fahru kemudian menyortirnya, mana yang cocok untuk kelas X, kelas XI dan kelas XII. Lalu program semesternya dibuat. Semua proyek ini dilakukan tanpa bayaran.

Maka inilah yang kami jalani tiap hari Rabu pagi, Kelas PD namanya. Kami tak punya taman rindang apalagi saung, jadi kami menggunakan masjid,  perpus,  kelas, lapangan, mana saja yang memungkinkan untuk anak-anak duduk melingkar bersama mentor PD mereka.

Program kelas X difokuskan pada kecakapan pribadi. Materinya antara lain tentang perbedaan karakter, mendeteksi perubahan diri, pemahaman pada orang lain, kiat berteman, mengatur jadwal, sikap dan pikiran positif, keluarga dan teman, data sosiogram, pengendalian diri, tes gaya belajar, sikap belajar, dan menyontek.

Saya sendiri memegang salah satu kelompok kelas X.

Program kelas XI membahas kecakapan sosial. Materinya antara lain tentang laras bahasa, sikap asertif, respon pada pendapat orang, ekspresi positif, etika diskusi, hubungan remaja, kepedulian sosial, membaca boigrafi, dan terakhir, proyek tentang mimpi dan cita-cita.

Program kelas XII sebagai kelas tertinggi lebih ditujukan pada persiapan tentang kehidupan setelah lulus. Materinya antara lain tentang jenjang pendidikan tinggi, profesi dan karir, genogram, bakat dan minat, kewirausahaan, masalah pengangguran, masalah TKW/TKI, hingga persiapan pernikahan dan pernikahan dini

Di kelas XII, terlihat sekali siswa lebih banyak memegang peranan dibanding kelas-kelas sebelumnya. Keseruannya sudah mulai ketika siswa mengadakan talent show, di mana tiap orang mempertunjukan bakat dan minat yang mereka punyai.

Untuk materi kewirausahaan, siswa mencari profil pengusaha di lingkungan mereka, mewawancarai, dan mempresentasikannya. Setelah itu mereka membentuk kelompok usaha dan memulai proyek berjualan di sekolah. Tiap istirahat, kantor guru dipenuhi anak kelas XII yang berjualan, mulai coklat, kripik, sampai cupcake wortel dan bayam. Terakhir, mereka akan membuat laporan tertulis tentang proyek kewirausahaan ini.

Dengan keterbatasan pengetahuan kami tentang pendidikan karakter, soft skills, bimbingan konseling atau apapun namanya, inilah ikhtiar sederhana untuk para siswa. Harapannya, Kelas PD (Pengembangan Diri) bisa ikut mempersiapkan para siswa agar lebih PD (Percaya Diri) menghadapi dunia nyata

Dulu ketika sekolah, tak ada program seperti ini di sekolah saya. Jadi sekarang, bagaimana mungkin saya tak merasa iri ^_^?