25 February 2012

Tulisan ini mudah-mudahan bisa ada manfaatnya juga bagi yang membaca, meski sebenarnya adalah pemenuhan janji saya untuk menjelaskan foto di bawah ini pada mbak Virna Lytha.

Hampir semua cara mengajar yang saya lakukan di kelas diambil dari pengalaman guru lain. Kadang dari teman sendiri, dari milis IGI (Ikatan Guru Indonesia), dari majalah (biasanya Horison), atau beberapa media cetak dan elektronik. Pokoknya dari mana-mana, deh.

Nah, kalau yang saya pakai kali ini adalah hasil nyontek dari Mbak Lea di Salatiga (bisa kunjungi blognya di http://untukanakbangsa.blogspot.com/)

Pertama, siswa ditunjukkan huruf-huruf dengan flashcard -> sedikit niru metode Glen Domann.

Kedua, siswa dibagi ke beberapa kelompok -> saya biasa membagikan kepingan puzzle yang bila disatukan akan membentuk kelompok.

Ketiga, flashcard disebar di lantai -> mulai gamenya.



Keempat, bergantian dua orang dari tiap kelompok maju.



Kenapa ga sendiri-sendiri? Karena kita harus menghilangkan hambatan belajar sebisa mungkin. Ketakutan (takut gagal, takut ditertawakan, malu kalau ga bisa, tidak nyaman dipandangi puluhan pasang mata, dll) adalah salah satu hambatan terbesar! Dengan maju dua orang, anak yang lambat menghapal bisa dibantu rekannya. Anak jadi nyaman, dan sekaligus belajar kerja sama.

Kelima, saya memberi soal, dan dua anak tersebut berdiri di depan jawaban yang menurutnya benar. Oya, soal bisa juga diberi oleh siswa kelompok lain.



Kalau bisa menjawab, dua orang tadi keluar dari kelompok dan menjadi tim hore. Kelompok yang lebih dulu habis adalah pemenangnya.

Perhatian:
Menggunakan metode ini menyebabkan kelas bisa ribut sekali karena antusiasme anak selalu melonjak. Disarankan untuk memainkannya di lapangan. Saya pakai selasar masjid sih (ga ada aula dan lapangan adalah daerah kekuasaan guru penjas -> penuh melulu).

No comments:

Post a Comment