26 February 2012

TENTANG UJIAN

Seorang sahabat mengeluhkan buruknya kualitas soal-soal yang diberikan pada anak-anaknya di sekolah (Indonesia). Sebenarnya, saya juga mengalami kasus yang sama. Bedanya, posisi saya saat itu bukan sebagai orang tua, tapi sebagai guru.

Di sekolah kami, soal ujian semester didistribusikan dari UPDT Rayon 3 Ciledug. Koreksi tetap diserahkan ke guru sekolah masing-masih. Pernah, suatu kali, saya membonuskan 22 soal Bahasa Indonesia untuk kelas sepuluh, dari 45 soal yang ada di lembar soal.



Karena putus asa, saya sampe nanya ke suami, "Kang, nih baca deh, soalnya. Soalnya yang kacau, apa akunya sih yang goblok?"

Ada soal yang gak jelas logikanya. Ada yang salah tanda baca (kebangetan, ini kan soal Bahasa Indonesia). Ada yang gak ada jawabannya. Ada yang jawabannya lebih dari satu. Ada yang pilihan jawabannya aneh (keabisan ide, kali). Karena belum pernah separah ini, saya memang benar-benar jadi curiga: jangan-jangan soalnya baik-baik saja, dan sayalah yang bodoh.

Sebenarnya, tes adalah salah satu teknik evaluasi. Anak-anak kita diberi soal agar kita tahu sejauh mana mereka menyerap pelajaran. Namun sebagaimana umumnya sekolah di manapun, demi efisiensi, digunakanlah sistem evaluasi massal. Instrumennya adalah ujian dengan menjawab soal pilihan ganda.

Ah, saya jadi kepingin punya sekolah sendiri. Biar isi sekolah bisa ngatur semaunya, tidak usah mengikuti peraturan pemerintah, ataupun maunya yayasan. Tapi untuk punya sekolah seperti itu, harus punya banyak uang, bukan?



Nanti di sekolah itu, anak-anak boleh pilih kelas apa yang mau di masuki, atau kalau tidak mau, baca saja di perpustakaan. Mereka akan ikut fieldtrip yang banyak, lalu magang di mana-mana.

Tentu saja, harus ada evaluasi, untuk memastikan mereka belajar sesuatu. Setiap habis aktifitas, harus ada recalling pengetahuan yang diserap. Tapi, bentuknya tentu saja bukan soal-soal.



Yang mau bikin puisi tentang atom, bikinlah. Yang mau bikin lagu t
entang euclidian theory, silakan. Yang mau memvisualisasikan puisi Sapardi Djoko Damono lewat gerakan, boleh. Yang maunya ujian dengan bikin benda, prakarya, masakan, lukisan, foto, cerpen, pertunjukan, semua boleh. Semua boleh.

(saya bener-benar kepingin jadi orang kaya)

No comments:

Post a Comment