25 February 2012

REVOLUSI KEBAIKAN

"Buat apa sih?"

Pertanyaan itu sering mengganggu saya ketika membuka silabus kurikulum. "Materi sampai sebanyak ini, untuk apa sih dipelajari?" Kalau 20% saja dari semua hal yang kita hapalkan mati-matian untuk ujian selama sekolah masih tersisa di kepala, itu saja sudah amat beruntung.

Bukan bermaksud sombong, tapi rasanya saya sudah cukup bahagia dan bersyukur dengan hidup saya sekarang. Menjalankan peran saya sebagai istri dan ibu, bahkan menjalankan profesi sebagai guru pun, saya sama sekali tak menggunakan silsilah raja-raja Singosari, atau logaritma, atau rantai karbon, atau grafik supply-demand, atau butir-butir Pancasila. Tidak.

Jadi semua beban yang membuat anak-anak kita jadi bungkuk ini, untuk apa sih?

Untuk mempersiapkan masa depan, tapi entah mempersiapkan diri menghadapi apa. Untruk mempelajari minat dan bakat diri, tapi bagaimana mungkin bisa tau minat diri kalau nantinya semua nilai mata pelajaran di rapor harus di atas tujuh semua (lihat kriteria kelulusan UN yang baru).

Saya kemudian menemukan satu kalimat indah di situs milik Ines Setiawan, guru dan aktivis pendidikan. Katanya: "Me as Teacher: Creating just 1% scientist and 99% happy, fulfilled, content and loving human being."

Benar, kita harus tentukan apa yang penting dalam pendidikan, dan selalu, selalu saja manusia yang lebih penting. Ketika harus memilih, mengejar kurikulum atau membangun jiwa dan akal budi anak-anak ini, kita tahu apa yang kita harus dahulukan.

Beberapa hari yang lalu, saya membuka kelas dengan evaluasi diri. Saya meminta anak kelas XI untuk mengevaluasi dirinya di tengah tahun ini, berefleksi tentang apa yang terjadi pada mereka selama 6 bulan duduk di kelas 2 SMA. Mereka tidak boleh membiarkan masa-masa berharga ini lewat begitu saja lalu menghilang tanpa jejak, tanpa kesadaran atas perubahan dalam diri dan lingkungan.

Beberapa kertas masih menyisakan pesimisme dan menyatakan tak ada yang berubah, masih sama 'menyedihkan' seperti sebelumnya ^^;, tapi yang lain terlihat menemukan secercah cahaya. Dan inilah beberapa kertas yang membuat saya terharu:



"Setelah enam bulan saya merasa ada perubahan. Sebelumnya saya males, boros dan pendiam. Semuanya berubah meskipun perubahannya tidak total. Dan saya banyak sekali mendapatkan motivasi-motivasi dari orang lain. Semoga dengan motivasi-motivasi itu saya bisa menjadi lebih baik lagi."




"Selama ini saya memang biasa-biasa saja, tetapi saya ingin lebih-lebih baik. Selalu beri kesehatan untuk saya dan kedua orang tua saya, amiiin... Mudah-mudahan apa-apa yang diajarkan guru-guru selalu bermanfaat untuk saya, amin..."




"Di kelas dua ini saya banyak berubah, terutama di absensi saya. Saya mau seperti ini sampai lulus. Dan di kelas 2 ini saya senang bermain film yang karakternya hampir sama dengan saya. Yang penting saya mau belajar menghargai orang lain."




"Saya berubah banget... lebih menyadari diri sendiri dan ada kemauan hidup penuh dengan arti... semakin berpikiran panjang dan positif..... REVOLUSI KEBAIKAN."


Mengapa saya mengajar? Mengapa mereka belajar? Untuk mendapat nilaikah? Untuk lulus Ujian Nasional? Untuk menghasilkan selembar ijasah? Terserahlah, terserah apa yang dituntut sistem ini dari kita. Terseraaaah.... Tapi selamanya, mendorong, membantu, dan mendampingi anak-anak ini menapaki jalan dan mencari arah menuju kebaikan, itulah alasan kenapa kita ada di sini.


Status Nengirma: "Alhamdulillah, bahagiaaa...."

No comments:

Post a Comment