08 February 2013

BELAJAR KATAKANA

Ceritanya, saya ga lulus JLPT N4. Bayangkan, guru bahasa Jepang macam apa yang N4 saja ga lulus, xixixi.... Dan sudah saya kabarkan berita ini ke seluruh dunia, lewat jejaring sosial, entah karena apa. Tapi sekarang saya mau bilang:

Syukurlah.... Syukurlah....

Tapi tak ada hubungannya dengan #GaLulusN4. Saya bersyukur karena alhamdulillah, saya mengajar Bahasa Jepang. No UN's pressure here, yeah! I can take my time, much freedom, much fun!  

Sebelum 2009, saya mengajar Bahasa Indonesia. Fyuh, keringetan deh ngejar kurikulum. Belum mantep di bagian ini, udah kudu pindah materi. Kalau ga begitu, nanti numpuk di akhir dan membebani pas ujian. Waktu tambahan? Hadeh, mimpi aja dah.

Tapi untuk Bahasa Jepang, saya lebih lapang. Misalnya kemarin kami belajar katakana. Eh... tunggu! Kok baru belajar di semester genap? Lha iyaaa.... Tadi kan saya sudah bilang, I take my time. I really am. Dan inilah lesson plan yang saya rancang untuk pembelajaran katakana.

Sesi #1: Mengenal dan menulis katakana 

Saya pake worksheet, mencontohkan satu-satu urutan mengguratnya. Harusnya bisa pakai video, karena di Youtube buanyak banget tutorial menulis katakana. Tapi kebetulan in focus cuma ada satu, yaitu di ruang audiovisual perpustakaan. Jadi guru-guru 'rebutan' menggunakan ruang tersebut. Jadi kalo ga penting-penting banget, kita di kelas aja, pake cara tradisional.


Sesi #2: Katakana di sekitar kita

Kalau di Jepang, penggunaan katakana memang lebih sedikit dibanding kanji dan hiragana. Tapi di Indonesia, saya mengamati bahwa justru lebih banyak katakana. Saya pergi ke minimarket dekat rumah dan memfoto merek-merek produk dalam katakana. Dan hasilnya buanyak....


Setiap jalan-jalan, saya juga awas pada katakana, mulai dari plang toko sparepart, bengkel, tempat kursus, sampai restoran.


Sepertinya anak-anak baru ngeh ketika saya menunjukkan hal ini. Maka hari itu kami membaca katakana yang terpampang nyata (#eh) di berbagai kemasan dan plang menggunakan powerpoint.


Sesi #3: Inkan

Ini sebenarnya terinspirasi dari Pak Ferry Hadari. Ketika saya minta tandatangan di buku Sapa Cinta, beliau tidak menandatanginya, tapi mencap dengan inkan. Karena Pak Ferry adalah gaijin, maka huruf yang tertera di inkan tersebut adalah katakana. Ih, lucu....

Maka kami buat inkan nama masing-masing (tentu dalam katakana) menggunakan penghapus murah, dan bertukar stempel dengan semua anggota kelas (termasuk saya) di portofolio masing-masing. Menyenangkan!


Sesi #4: Mengubah kata-kata asing menjadi katakana

Saya menggunakan worksheet latihan dari http://www.guidetojapanese.org/learn/grammar/katakana_ex . 

Sesi #5: Games menebak katakana

Dilakukan dengan membentuk beberapa kelompok dan menunjukkan makanan yang memiliki katakana di kemasannya. Saya akan menyebut nama salah satu anak, bila dia bisa membaca katakananya, maka makanan tersebut menjadi milik kelompok. Kalau tidak bisa, pertanyaan vboleh direbut kelompok lain.


Sesi #6: Membaca cerita anak yang terdapat cukup banyak katakana


Kecepatan belajar setiap rombel pasti berbeda-beda, jadi dalam pertemuan bisa diisi 1-2 sesi. Tapi sesi #5 dan #6 mungkin tidak terlaksana, karena materi lain sudah menunggu. Saya menganggap 4 sesi bertemu katakana sudah bisa mengakrabkan anak dengan huruf-huruf ini.

Jadi, ini enaknya ngajar mapel pilihan seperti Bahasa Jerpang. Terbayang kalau saya dikejar-kejar kurikulum seperti dulu, saya akan terburu-buru. Belum sempat mengenalkan konteks, belum sempat menghubungkan dengan dunia nyata, belum memberi kesempatan anak untuk get connected dengan materi pelajaran, dan terutama belum bersenang-senang, eh sudah harus pindah materi.

Sebagai guru Bahasa Jepang jadi-jadian, saya mengakui kemampuan bahasa saya yang sangat minim. Dan karena itu, sudah 2 tahun ini saya keukeuh ikut JLPT. Sementara itu, saya berusaha memperbaiki metode mengajar saya, agar mudah-mudahan para siswa merasa bahwa bahasa dan budaya Jepang itu tidak asing, dekat dan akrab dengan keseharian, dan menyenangkan.


No comments:

Post a Comment