25 February 2012

KEKUATAN ASLI

Tempo hari saya berada di antara dua ayah: yang pertama Abi, ayah kandung saya, dan yang lainnya Aki, mertua saya. Aki adalah dosen di UPI Bandung yang sekarang telah memasuki masa pensiun. Sebaliknya, Abi adalah wiraswastawan yang tidak mengenal kata pensiun.

Aki bercerita, beberapa temannya sibuk memikirkan dan mencari-cari pekerjaan lagi setelah pensiun. Padahal menurutnya, kalau sudah pensiun ya nikmati saja. Memperdalam agama, ikut kegiatan di lingkungan, menekuni hobi mengurus kolam ikan dan taman, serta sesekali dikunjungi dan mengunjungi anak cucu.

Abi menimpali dengan menceritakan kisah seseorang yang dikenalnya. Orang tersebut merasa tertekan ketika tiba masa pensiun karena tidak lagi punya jabatan dan pengaruh.

Saya terdiam mendengarkannya, mengingat-ingat bahwa hal yang dibicarakan dua lelaki ini

sering dinamakan post power syndrome, atau sindrom yang hinggap ketika seseorang kehilangan kekuasaan untuk mengatur dan mempengaruhi, misalnya ketika memasuki
masa pensiun.

Kenapa ada orang yang tertekan begitu jabatan, kekuasaan, dan pengaruh (yang mungkin berakibat padakekayaan materi yang dimiliki) yang mereka punya hilang?


Sekali lagi saya teringat pada istilah kekuatan pinjaman yang digunakan oleh Covey. Kekuatan pinjaman adalah kekuatan yang berasal dari jabatan, harta, posisi orang tua, usia yang lebih dewasa, dan semacamnya. Karena kekuatan itu hanya pinjaman, maka ketika hal-hal tadi hilang, maka hilang juga kekuatannya.

Saya jadi tergerak mengevaluasi diri, apakah yang saya dapatkan hari ini dari para guru rekan sejawat dan siswa –hubungan baik, bantuan, dan mungkin juga kepatuhan, berasal dari kualitas diri saya, ataukah hanya dari jabatan saya? Apakah diri saya punya kekuatan asli, atau hanya kekuatan pinjaman?

Di luar lingkup sekolah, saya hanyalah saya tanpa jabatan. Tanpa jabatan, kekuasaan akan hilang. Kepatuhan juga akan hilang. Tapi biarlah hilang, toh itu hanya kekuatan pinjaman. Yang penting, hubungan baiknya tetap, persahabatannya tetap, kedekatannya juga tetap. Karena hubungan baik, persahabatan dan rasa kedekatan hanya bisa diperoleh dari kekuatan asli yang kita punya.

Lalu bagaimana ketika proses pembelajaran berlangsung? Kita menggunakan apa di kelas, kekuatan pinjaman, atau kekuatan asli?

Ketika siswa tenang dikelas, apakah karena kita menyampaikan materi dengan menarik, atau karena kita menyediakan kayu pemukul? Ketika mereka mengerjakan tugas, apakah karena mereka merasa antusias dan ingin tahu, atau karena kita mengancam mereka dengan nilai? Ketika mereka patuh, apakah karena hubungan baik yang kita bangun, ataukah mereka ketakutan kita akan menjemur mereka di lapangan?

Ketika jabatan guru ditanggalkan dari kita, apa masih ada yang kita punya?

No comments:

Post a Comment