26 February 2012

ASIKNYA SEKOLAH

Suatu kali saya dan si Akang membahas tentang hal-hal menyenangkan di sekolah. Kami tampaknya menjalani kehidupan sekolah dengan cukup mulus. Punya teman, nilai tak bermasalah, SPP terbayar tepat waktu. Hal-hal di atas seharusnya bisa menambah panjang daftar 'Asyiknya Sekolah' milik kami.

Sementara yang kami dapatkan adalah:
#ngumpul bareng temen
#becanda, ngobrol, dan curhat
#jalan bareng sepulang sekolah
#ngecengin temen cakep
#main basket di lapangan yang luas (khusus untuk si Akang)
hm..., apalagi yah?

Kami bukan siswa yang suka 'ngegencet' adik kelas, jadi 'ngerjain orang' tidak masuk daftar. Walaupun saya cukup aktif di osis, saya belum yakin ikut osis masuk ke kategori asyik. 'Pakai seragam' juga agak aneh, kalau tidak bisa dibilang konyol, untuk diletakkan dalam daftar. Apakah 'bisa nyombongin sekolah sendiri ke orang-orang' juga bisa dijadikan hal asyik di sekolah? Mungkin tidak. Bagaimana dengan mengerjakan PR, membaca, diskusi? Becanda, kali... Jadi sementara itu dulu isi daftarnya.

Ngomong-ngomong, daftar di atas itu kok sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan tugas kami di sekolah: BELAJAR. Tampaknya kami sedikit sekali punya kenangan asyik soal proses belajar mengajar yang dijalani. Maksudnya, amat sedikit sekali guru yang menginspirasi dan tak banyak peristiwa yang membangkitkan keingintahuan lebih dalam tentang satu materi pelajaran.



Barangkali benar juga bila ada orang yang bilang, kalau tidak sekolah, anak akan kesulitan sosialisasi. Semua anak pergi ke sekolah, jadi kalau mau berteman, ya memang harus pergi ke sekolah. Itu tampaknya jadi bisa menjelaskan keheranan saya pada anak-anak didik saya.

Pada hari efektif, mereka seperti harus diseret masuk sekolah. Sampai diancam akan dijemur agar mau tepat waktu mengikuti jam pelajaran. Tapi begitu tidak diwajibkan sekolah, malah datang ke sekolah. Hari Minggu nongkrong di halaman sekolah. Liburan panjang janjian di sekolah. Kalau ada rapat guru dan mereka disuruh pulang cepat, malah kumpul-kumpul di bawah pohon, enggan pulang. Ya itulah, mungkin karena asyiknya sekolah ada di bagian 'berteman'nya.

Nah, kalau begitu, kita ubah saja tujuan sekolah, bukan untuk belajar tapi untuk sosialisasi. Guru tak pusing mengejar kurikulum, siswa tak berat memahami tumpukan pelajaran. Tapi kalau hanya sosialisasi, barangkali kita dirikan saja taman bermain.

Proses 'memikirkan pendidikan' (halah, bahasanya) ini rupanya belum juga sampai ujung.

No comments:

Post a Comment