Ada beberapa siswa saya yang mungkin mengalami masalah psikologis, meski kami adalah sekolah umum biasa. Setelah beberapa kali mengalami, tampaknya kami mulai terbiasa. Kami tidak memaksa mereka mengikuti standar, dan mencari cara lain agar mereka tetap bisa berpartisipasi dan bisa dievaluasi dengan standar khusus.
Tapi dengan Feri, beda kasusnya.
Sebelumnya, saya tidak menyadari ada masalah dengan Feri (nama disamarkan). Maklum, untuk pertemuan awal, biasanya kami tidak banyak bergerak, paling hanya berkenalan dan mendengarkan saya ngoceh tentang mata pelajaran yang saya ampu.
Begitu kelas menulis dimulai, barulah saya menemukan bahwa Feri berjalan dengan goyah dibantu dengan tongkat. Unit kami ada di lantai dua, dan cara Feri berjalan naik-turun belasan tangga cukup mengkhawatirkan saya. Bila bahunya tersenggol, kemungkinan dia akan jatuh. Teman-teman sekelasnya harus membantu jika ia harus melewati selokan yang hanya selebar 20 senti saja.
"Kamu dapat kecelakaan?" tanya saya.
Dia bilang, "Saya kena demam tinggi karena diare, sampai kejang-kejang. Sekarang sedang dalam masa pemulihan."
Barulah saya mengerti kenapa tempo hari menemukan guratan aneh di salah satu lembar kerja anak. Kalau tulisan latin digaya-gayain, itu wajar. Tapi saya tidak pernah menemukan garis-garis hiragana yang ditulis dengan bergelombang.
Rupanya itu lembar kerja Feri. Dia tidak melakukannya -menulis romaji dan hiragana dengan bergelombang- dengan sengaja.
Kejang yang dialami mempengaruhi seluruh syaraf motorik baik kasar maupun halus. Badannya bergetar bila berjalan, tangannya bergetar bila menulis, bahkan bicaranya jadi tak jelas karena getaran pada otot wajahnya.
Sementara banyak anak sehat yang mangkir datang ke sekolah, Feri tak kendur semangatnya. Selama tiga bulan ini, kesehatannya tampak membaik. Dia bisa berjalan pelan tanpa tongkat, tapi getaran itu masih ada di seluruh tubuhnya.
Tadi pagi ketika upacara bendera Senin, saya melihatnya di barisan paling depan (fotonya kejauhan, tapi Feri ada di tengah-tengah gambar).
Feri hanya terganggu motoriknya, tapi kecerdasannya sama sekali normal. Dia mengerti materi yang diberikan, menjawab pertanyaan dengan lancar, dan menghapal percakapan dengan baik. Kekurangannya hanya di sisi motorik, yaitu menulis dan melafalkan.
Mulanya saya ragu, apakah harus memperlakukannya secara istimewa. Di pelajaran saya, beberapa materi mengharuskan anak bergerak cukup banyak, dan itu tentu akan menyulitkan Feri. Tapi.... ah, tidak. Memperlakukannya secara istimewa -dengan membedakan tugas/evaluasi yang diberikan- sepertinya akan melecehkan semangatnya.
Jadi hingga saat ini, Feri mendapat tugas yang sama dengan semua rekan sekelasnya. Dia akan maju pelan-pelan, dengan badan yang bergetar, tersenyum (dia sering sekali tersenyum), dan membuktikan bahwa ia sama hebat dengan teman-teman sekelasnya.
Dari semua hal yang saya bisa lakukan untuk Feri, barangkali yang terbaik adalah memberinya peluang untuk merasa setara dan mampu bersaing.
No comments:
Post a Comment