12 February 2014

ALAY? GA MASALAH....

Tepok jidat karena status2 alay di wall/TL? Seriiiiiing, hahaha.... Secara saya ini guru, dan berteman dengan siswa di socmed. Tapi sebenarnya, saya tidak keberatan. Saya tidak keberatan siswa-siswa saya bikin status gaje dan lebay, saya tidak keberatan mereka (masih) jadi anak alay.

Sejujurnya, sulit sekali melihat perkembangan pemikiran/perasaan siswa di kelas. Saya masuk kelas, menerangkan, mereka diam mendengarkan, melakukan tugas yang saya minta, dan bel berbunyi. Tak cukup waktu untuk memahami apa yang digelisahkan siswa. Di sosmed, saya bisa memahami siswa lebih baik, melihat bagaimana mereka memandang berbagai peristiwa dan berhubungan dengan orang lain.

Karena saya melihat hal-hal tersebut di socmed, maka saya bisa melihat perubahan status/tweet mereka dari waktu ke waktu, sejak masih siswa hingga jadi alumni. Dari sana, saya menemukan bahwa pemikiran mereka bergerak, anak-anak ini tumbuh dewasa.

Maka saya tidak keberatan ketika wall saya berisi status anak 15 tahun yang sudah merasa dewasa dan tahu segalanya, karena berdasarkan pengalaman, pandangan mereka akan bergeser jadi lebih bijak dalam 2-3 tahun ke depan.

Saya juga tidak merasa diburu waktu, mencekoki dengan berbagai macam hal di usia belia, karena kedewasaan didapat dari proses dan pengalaman, bukan dari mata pelajaran di sekolah.

Saya juga tidak merasa wajib jadi polisi status/tweet siswa, memata-matai dan mengatur apa yang harus dan jangan mereka ekspresikan. Karena bahkan menyampaikan kebenaran pun, mesti memilih metode yang tepat.

Dan demi melihat pergeseran sikap siswa-siswa, saya tidak keberatan jika kelas kami tidak menuntaskan seluruh SKL. Saya tidak keberatan menghabiskan seluruh jam pelajaran untuk sekedar ngobrol.

No comments:

Post a Comment