26 November 2013

SOKOLA RIMBA




Tadi siang saya menonton Sokola Rimba dengan 3 krucils. Sambil mengurus makan siang dan mengendalikan si bungsu (3th) yang loncat2an di antara bangku, saya menangis hampir setengah film. Saya ingat murid2 saya di SC.

Mulainya adalah ketika Bungo menunjukkan surat perjanjian pada Butet, tentang izin penebangan pohon di daerah Orang Rimba, yang mereka setujui dengan imbalan beberapa kaleng biskuit, kopi, gula dan rokok, karena mereka tidak bisa membaca. Juga keluhan mereka yang tidak diperbolehkan berburu dan membuka ladang lebar2 di tanah mereka sendiri, karena bertentangan dengan peraturan Taman Nasional.

Yang kayak gitu rakyat indonesia banget ga sih?

Murid2 saya di Yapera, kebanyakan akan lulus dan jadi SPG. Beberapa akan kuliah di kampus kelas tiga dan mendapat pekerjaan semenjana. Tidak bermaksud membatasi diri, tapi fokus saya untuk mereka saat ini adalah bagaimana membuka wawasan pada dunia yang lebih luas dan pilihan yang lebih banyak. Tapi siswa saya di SC tidak demikian. Mereka punya cukup modal untuk mencapai lebih, dari segi finansial dan akses.

Saya mengajar sejarah di SC, dan kami melihat Indonesia, setelah dijajah begitu lama, setelah merdeka masih menjadi bulan2an pihak lain. Siswa melihat bahwa kita menerima perjanjian2 internasional yang jelas merugikan, dan kesal dengan campur tangan asing dalam kisruh politik yang ujung2nya bagi2 kekayaan alam indonesia.

Siswa2 SC akan kuliah di kampus top dalam dan luar negeri. Karena itu merekalah yang saya harap bisa menjadi penjaga paling depan negeri ini. Mereka harus cerdas, mereka harus punya dignity, mereka harus istiqomah. Harus. Agar jangan sampai kekayaan kita dihabisi oleh pihak lain karena kita terlalu bodoh untuk memahami, dan gampang disogok dengan hal2 remeh. Agar jangan sampai kita harus izin ke pihak lain untuk nyari makan di tanah sendiri.

No comments:

Post a Comment