Seperti biasa, kemarin saya juga kebanyakan nganggur di kelas. Kelas XII sudah memegang worksheet dan sedang mengerjakan sambil membuka gadget masing-masing. Saya memberi waktu satu jam untuk menyelesaikan soal, sisanya akan kami gunakan diskusi. Saya tidak begitu peduli jika mereka mengobrol, menyetel musik, bercanda, asal selesai tepat waktu. Paling hanya memperingatkan jika ada yang kelewatan atau melanggar norma, sekaligus menjadi time keeper.
Sebenarnya saya senang anak-anak ini bisa bicara santai meski ada saya di sana. Tapi beberapa saat mengikuti perbincangan mereka, saya menyadari kenyataan, bahwa sesungguhnya saya hampir tidak kenal mereka.
Teori berkata, untuk bisa mengajar efektif, guru harus mengerti karakter dan kondisi anak. Apakah saya tau? Tidak, saya tidak tau. Saya baru sadar bahwa saya tidak pernah tau karakter dan kondisi siswa yang saya ajar. Dengan demikian, saya tak bisa dibilang bisa mengerti.
Ketika mereka bicara, saya memperhatikan cara mereka menanggapi masalah, saya menangkap informasi tentang lingkungan dan gaya hidup mereka, saat itu saya menyadari, mungkin selama ini saya sudah sok tau. Sebelum mengajar, kadang saya ngobrol dengan anak-anak ini, ingin memasukkan apa yang disebut pelajaran tentang kehidupan pada mereka, seperti mereka tidak tau apa-apa. So let stop pretend like i know their life.
Bukannya saya ingin berhenti. Sampai saat ini, saya belum menemukan cara lain untuk menyisipkan pendidikan karakter (yang merupakan kewajiban guru) selain ngobrol tentang hal-hal kecil yang saya temui dalam keseharian. Tapi kenyataan ini memberi tahu saya, bahwa anak-anak ini bukanlah gelas kososng, sementara saya tentu saja tidak selalu benar.
No comments:
Post a Comment