Ketika keluar dari ruangan pengumuman kelulusan, saya terkejut menemkan siswa-siswa kelas X dan XI tumpah ke koridor. Mereka berdiri di sisi, seperti menyambut kakak kelas mereka yang baru saja menerima amplop basil ujian.
Tidak tau siapa yang memulai, tapi ini spontanitas saja. Tak ada guru yang menyuruh atau mengatur mereka.
pada nungguin anak kelas xii lewat di ujung sana |
Mungkin ini salah satu keuntungan sekolah yang isinya tak lebih dari 200 orang. Semua saling kenal dan sering berada dalam kegiatan yang sama. Kelas seni dan Rohis kami digabung, tidak pertingkat. Di OSIS juga demikian. Kami punya tradisi yang melibatkan seluruh siswa secara intens tanpa terkecuali (bukan hanya anak OSIS atau panitia), seperti pementasan teater kolosal, SMA Fair, dan menginap di sekolah setiap malam Maulid dan makan dari nampan bersama-sama. Prinsip sesuai hadist bahwa 'yang lebih tua dihormati, yang lebih muda di sayang' juga masuk dalam materi kelas pengembangan diri.
wawan dan syarif waktu itu kelas xii, ariq kelas xi, yang lain ga keliatan mukanya jadi saya ga tau kelas berapa. mereka makan senampan berenam. |
Masalah pasti ada saja, biasalah. Ada kelompok-kelompok di kelas, ada gesekan dengan kakak/adik kelas. Tapi kasus bullying memang hampir tidak ada. Jadi anak kelas X, XI dan XII duduk barang di kantin atau saling ledek dengan akrab di twitter kelihatannya bukan barang yang terlalu asing di sekolah kami.
nita, imel dan madda waktu itu kelas xii, citra masih kelas xi (pake jaket osis), gita, fitri dan anoy masih anak baru. semua makan bareng semeja di kantin. |
No comments:
Post a Comment