25 May 2013

MENULIS PUISI

Membaca artikel di Guraru.org berikut, saya juga jadi kepingin ikut berbagi.

Saya biasanya mules-mules tiap masuk semester dua. Apa pasal? Karena harus mengajarkan menulis puisi*. Masalahnya, saya merasa tidak bisa menulis puisi, dan memang hampir tidak pernah. Jadi bagaimana saya mengajar puisi ke anak-anak?

Dan lagi, bisakah menulis puisi diajarkan? Entah dengan orang lain, tapi orang-orang yang saya kenal jago menulis puisi bisa membuatnya tanpa belajar teknik lebih dulu, seperti kata-kata langsung berhamburan saja dari kepalanya.

Baiklah, saya ada beberapa teknik, hasil nyontek dari berbagai buku dan sharing guru lain. Tapi penting untuk saya mengakui keterbatasan saya di depan siswa, dan mengajak untuk belajar bersama saja.

Materi Puisi mencakup puisi lama dan puisi modern. Di kelas kepenulisan, baik prosa maupun puisi, materi selalu dimulai dari yang paling nyata dan dekat dengan siswa. Maka materi puisi kami mulai dengan puisi modern.

Berikut adalah lesson plan yang saya gunakan (ket: > adalah latar belakang, >> adalah langkah-langkah, >>> adalah sumber belajar/keterangan).

Sesi #1: Pendahuluan
> Siswa perlu mendapatkan dasar tentang apa itu puisi sebelum membaca dan menulisnya sendiri.
>> Menggali pendapat siswa dan berdiskusi tentang apa itu puisi, sesering apa puisi terlibat dalam hidup mereka, dari mana puisi muncul, apa manfaat puisi, jenis puisi apa yang mereka baca, dan apakah pernah menulis puisi.

Sesi #2: Lirik Lagu Populer
> Lirik lagu adalah bentuk puisi yang paling dekat dengan siswa
>> Menganalisa lirik lagu favorit masing-masing siswa sebagai puisi, membandingkan keunikan ide dan gaya  kepenulisan, memperkenalkan beberapa lirik lagu yang lebih puitis.
>>> Lirik lagu yang direkomendasikan: ciptaan Taufiq Ismail pada lagu-lagu Chrisye dan Bimbo, Dewi Lestari, Katon Bagaskara untuk KLa Project, Ariel untuk Peterpan, Eross untuk So7, dan Noe untuk Letto.

Sesi #3: Penyair Besar Indonesia
> Siswa harus mengasah kepekaan pada puisi sebelum menulisnya sendiri, dengan cara membaca puisi-puisi terkenal
>> Membaca beberapa puisi dari masing-masing penyair: Chairil Anwar, WS Rendra, Taufiq Ismail, Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bahri dan mengungkapkan pendapat tentang puisi favorit mereka dan kenapa, apa makna yang di tangkap, ungkapan apa yang paling mengena di hati, imaji apa yang tercipta di benak mereka
>>> Sesi ini membutuhkan lebih dari 6 jam pelajaran @ 45 menit

Sesi #4: Menulis Puisi dari Prosa
> Teknik ini dianggap paling mudah karena sudah ada 'bahan baku' sebelumnya.
>> Siswa menuliskan prosa puitis, lalu menjadikannya puisi dengan mengubah paragraf menjadi bait dan memeras kata-kata yang tidak perlu untuk mendapatkan inti
>>> Siswa perlu berlatih >2 kali untuk sesi 4-6

Sesi #5: Menggunakan Metafora dalam Puisi
>> Kelas bersama membaca salah satu puisi sebagai model, dan mendiskusikan metafora dan makna yang ada di dalamnya. Guru memberi satu tema untuk dibuat seperti model yang telah dibaca. Misalnya, guru mengeluarkan setangkai cabe kering dan menugaskan siswa, "Buatlah puisi patah hati dengan metafora dari 'cabe keriting'."
>>> Puisi yang dijadikan model: Dalam Doaku karya SDD.

Sesi #6: Permainan Diksi dalam Puisi
>> Kelas bersama membaca salah satu puisi sebagai model, dan mendiskusikan diksi dan makna yang ada di dalamnya. Siswa diminta mengumpulkan 100 kosa kata yang berawalan sama dengan huruf awal nama masing-masing. Setelah itu, siswa akan membuat puisi seperti model dengan bahan baku dari 100 kosa kata yang telah dikumpulkan.
>>> Membutuhkan KBBI dari perpustakaan. Puisi yang dijadikan model: Sepisaupi karya Sutardji Calzoum Bachri

Baik, sampai di sini saja lesson plannya. Kalau dilihat di atas, wajar jika seluruh materi puisi (lama dan modern) tidak selesai dalam satu semester. Untuk puisi modern saja, perlu setidaknya 12 pertemuan (4 bulan).

Meski demikian, saya puas. Anak-anak terlihat bersemangat belajar puisi. Kadang ketika puisi dibacakan, anak-anak terlihat 'meleleh' mendengar kata-katanya dan imaji yang tercipta (para siswi tentu saja lebih ekspresif dalam hal ini). Ketika masuk ke sesi #4 dan seterusnya, antusiasme siswa bertambah, karena 2-3 puisi terbaik akan mejeng di majalah sekolah.
*******

*Saya guru Bahasa Jepang, tapi juga mengampu kelas Kepenulisan (2 jam pelajaran). Untuk semester pertama, materinya adalah prosa, sedang untuk semester berikutnya puisi. Itupun tidak selesai materinya karena ternyata melatih anak supaya terbiasa (belum sampai mahir) menulis itu perlu waktu panjang. Untunglah untuk hal-hal di luar prosa dan puisi (alias materi UN) sudah ditangani rekan saya Bu Erna.

No comments:

Post a Comment