Beberapa waktu yang lalu, saya mengajar di SMK BN. Hari itu hari Sabtu yang mendung, jam tujuh pagi. Setelah beberapa menit, salah seorang siswa terangguk-angguk di baris ketiga. Mengantuk.
Xixixi.... Apakah saya sebegitu membosankan?
Mungkin mood saya sedang bagus, karena alih-alih marah atau kesal, saya malah nyengir-ngengir bernostalgia.
SMK BN adalah sekolah berbasis pesantren. Saya juga dulu murid di sekolah berbasis pesantren. Jadi saya mengerti bahwa anak-anak ini harus bangun jauh sebelum subuh untuk antri mandi. Kalau menunggu setelah subuh, bisa tidak kebagian mandi, dan beresiko kehabisan air juga.
Setelah subuh ada tilawah dan mufradat, piket sarapan, sekolah, dan seterusnya kegiatan berturut-turut, mulai dari yang wajib sampai yang pilihan. Belum lagi mengurus keperluan pribadi seperti cuci setrika dan sebagainya.
Jadi saya mengalami juga tuh, yang seperti itu. Terangguk-angguk ngantuk di kelas. Dan sepertinya itu alasan kenapa saya tidak marah, justru menganggapnya lucu sekaligus jatuh kasihan.
Di hari lainnya, saya masuk ke salah satu kelas. Di sekolah saya, meja kursi guru tidak beda dengan siswa. Begitu duduk, pandangan saya jatuh pada meja tanpa taplak di hadapan. Ya ampyuuuun.... penuh contekan isinya! Saya sontak terbahak, tapi dalam hati saja. Yang muncul di luar cuma mesem-mesem sambil menunjukan apa yang tertulis di atas meja itu pada pada para siswa.
Saya sendiri hampir tidak pernah nyontek. Pernah sih melihat lembar jawaban teman, tapi malah ragu jangan-jangan dia salah. Ga jadi deh nyonteknya (eheheh, mo nyontek aja kok pake cerewet). Tapi melihat meja penuh contekan membawa saya (lagi-lagi) bernostalgia.
Mungkin sebagai guru harusnya saya menasihati para siswa dan menunjukkan keprihatinan saya pada kebiasaan buruk ini. Tapi maklumlah, kadang otak ini lemot jalannya. Bukannya prihatin, kok saya malah merasa hal ini lucu.
Saya bagikan cerita ini pada sahabat-sahabat saya di grup whatsapp, yang membawa kami semua mengingat cerita-cerita masa lalu. Nah, terbukti memang ada orang yang sama anehnya dengan saya, bukannya menasihati malah cekikikan ^o^.
Lalu yang terakhir, ini baru terjadi kemarin. Jadi mulai Januari ini, sekolah saya mengeluarkan kebijakan tidak membawa hp di kelas. Kebijakan ini berlaku baik bagi guru dan siswa. Lalu kemarin ada kasus: karena dilarang bawa hp, eeeeh siswa bawa iPod ke kelas.
Yang dilarang kan hp, jadi apa yang salah?
Hwahahahaha..... We can't beat them, for sure! *nyengir sambil tepok jidad*
Apa yang saya pelajari kemudian?
Yaitu bahwa ketika kita memakai kacamata yang lebih positif pada siswa, segala macam masalah bisa terlewati dengan hati yang lebih lapang. Siswa itu bukan 'lawan' bagi pihak sekolah loh. Bila ada kelakuan yang tidak sesuai harapan sekolah, tidak selalu diartikan sebagai upaya melawan otoritas, makar, usaha menghancurkan tatanan. Kalau kita memandang demikian, itu yang dinamakan 'take it too personal'. Dengan kata lain, kita tersinggung.
Kadang siswa bandel, mungkin hanya karena kurang tidur, atau sekedar clueless, atau malah kreatifitas mereka dalam hal problem solving. Dan saya HARUS terus mengingat hal ini, karena sering sekali lupa.
Tapi tidur di kelas, mencoret-coret meja untuk contekan, dan menyetel iPod saat belajar di kelas itu SALAH!
Memang, kemungkinan besar memang demikian. Tapi kalau semua itu dipandang sebagai kenyataan bahwa mereka belum bisa mengendalikan diri sendiri, dan bukan bentuk perlawanan pada guru/sekolah, kita akan bisa menyelesaikannya dengan lebih santai, tanpa tersinggung, dan -mudah-mudahan- lebih bijaksana.
*gambar ngambil semua di googleimages, mohon keikhlasannya.
No comments:
Post a Comment