Sedikit banyak saya merasa iri pada siswa-siswa saya sekarang.
Utamanya karena di zaman saya sekolah dulu, belum ada yang disebut
dengan pendidikan karakter yang terencana seperti sekarang.
Tapi
kami guru-guru di sekolah ini hampir tak tau apa-apa tentang pendidikan
karakter ini. Semua guru di sini belum pernah mendapatkan pelatihan
resmi tentang pendidikan karakter. Yang kami punya hanya naluri sebagai
guru, bahwa siswa tak bisa hanya dicekoki pelajaran saja. Tapi juga
harus dibangun jiwanya, diperluas wawasannya.
Sebenarnya pencarian
atas bentuk pendidikan karakter di sekolah kami sudah cukup lama juga.
Begitu pendidikan karakter mulai digaungkan, dinas pendidikan kota sudah
menyuplai buku pegangan untuk guru dan siswa. Penerbit juga menyebar
sampel buku pendidikan karakter yang bisa dibeli. Sayang, cara materi
itu disajikan sungguh kering dan tidak menginspirasi.
Ada juga materi yang bagus, malah telah di-
franchise-kan secara internasional. Sebenarnya saya
ngiler berat begitu lihat materi dan tampilan
tools-nya. Tapi ya itu,
mihil, bo... Akhirnya kami memutuskan, kita buat sendiri aja!
Meski
pendidikan karakter seharusnya menyatu dalam pembelajaran, tapi
dipandang perlu untuk tetap menjadwalkan satu jam pelajaran sebagai
waktu khusus membimbing
soft skills siswa. Setiap Rabu pagi, masing-masing guru dengan 20 siswa kelompoknya duduk melingkar. Semacam
morning talk, begitu. Kami menyebutnya kelas PD, Pengembangan Diri.
Apa
hebatnya program ini? Bukankah sekolah lain juga banyak yang memiliki
program serupa? Malah bukan hanya seminggu sekali, tapi setiap hari.
Ya
memang ini program biasa saja. Tapi untuk sekolah yang pada siang hari
ruangannya digunakan untuk sekolah lain, bahkan 45 menit untuk jam
'ngobrol-ngobrol dengan siswa' ini sulit sekali dapat tempat di antara
sesaknya kurikulum. Solusinya? Kami mengorbankan jam pelajaran. Dan
hasilnya sama sekali tidak merugi.
Adalah Fahrudin, guru IPS, yang
merangkum semua materi yang bisa kami dapat. Guru-guru PD yang lain
mengumpulkan berbagai materi dari buku, internet, majalah, tabloid, dan
sumber lain. Fahru kemudian menyortirnya, mana yang cocok untuk kelas X,
kelas XI dan kelas XII. Lalu program semesternya dibuat. Semua proyek
ini dilakukan tanpa bayaran.
Maka
inilah yang kami jalani tiap hari Rabu pagi, Kelas PD namanya. Kami tak
punya taman rindang apalagi saung, jadi kami menggunakan masjid,
perpus, kelas, lapangan, mana saja yang memungkinkan untuk anak-anak
duduk melingkar bersama mentor PD mereka.
Program kelas X
difokuskan pada kecakapan pribadi. Materinya antara lain tentang
perbedaan karakter, mendeteksi perubahan diri, pemahaman pada orang
lain, kiat berteman, mengatur jadwal, sikap dan pikiran positif,
keluarga dan teman, data sosiogram, pengendalian diri, tes gaya belajar,
sikap belajar, dan menyontek.
Saya sendiri memegang salah satu kelompok
kelas X.
Program kelas XI membahas kecakapan sosial. Materinya
antara lain tentang laras bahasa, sikap asertif, respon pada pendapat
orang, ekspresi positif, etika diskusi, hubungan remaja, kepedulian
sosial, membaca boigrafi, dan terakhir, proyek tentang mimpi dan
cita-cita.
Program kelas XII sebagai kelas tertinggi lebih
ditujukan pada persiapan tentang kehidupan setelah lulus. Materinya
antara lain tentang jenjang pendidikan tinggi, profesi dan karir,
genogram, bakat dan minat, kewirausahaan, masalah pengangguran, masalah
TKW/TKI, hingga persiapan pernikahan dan pernikahan dini
Di
kelas XII, terlihat sekali siswa lebih banyak memegang peranan
dibanding kelas-kelas sebelumnya. Keseruannya sudah mulai ketika siswa
mengadakan
talent show, di mana tiap orang mempertunjukan bakat
dan minat yang mereka punyai.
Untuk materi kewirausahaan, siswa mencari
profil pengusaha di lingkungan mereka, mewawancarai, dan
mempresentasikannya. Setelah itu mereka membentuk kelompok usaha dan
memulai proyek berjualan di sekolah. Tiap istirahat, kantor guru
dipenuhi anak kelas XII yang berjualan, mulai coklat, kripik, sampai
cupcake wortel dan bayam. Terakhir, mereka akan membuat laporan tertulis tentang proyek kewirausahaan ini.
Dengan keterbatasan pengetahuan kami tentang pendidikan karakter,
soft skills,
bimbingan konseling atau apapun namanya, inilah ikhtiar sederhana untuk
para siswa. Harapannya, Kelas PD (Pengembangan Diri) bisa ikut
mempersiapkan para siswa agar lebih PD (Percaya Diri) menghadapi dunia
nyata
Dulu ketika sekolah, tak ada program seperti ini di sekolah saya. Jadi sekarang, bagaimana mungkin saya tak merasa iri ^_^?