Ceritanya, saya baru nonton Laskar Pelangi di bioskop. Rada telat nih, memang. Kesan-kesannya? Wah, kalau review Laskar Pelangi mah, udah di mana-mana, ya. Tapi, memang ada hal-hal dari sana yang terus saja teringat di kepala saya. Begitulah, kadang suatu kisah jadi berkesan, karena terkait dengan kehidupan kita. Karena ada yang mirip entah di bagian mananya. Karena rasanya tidak asing di hati ini.
Di salah satu adegan film itu, Pak Harfan bertanya pada keponakannya, Bu Muslimah, kenapa ia tidak menerima pinangan dari seorang pemuda kaya. Dengan begitu, dia kan bisa jadi istri saudagar nantinya. Bu Muslimah tersenyum dan menjawab, “Pak Cik, saya tidak bermimpi jadi istri saudagar. Saya ingin menjadi guru.”
Hm… Seperti ada yang mengetuk hati. Kata-kata Bu Mus itu terasa tidak asing bagi saya.
Kebetulan saya baru pindah tempat lagi, hehehe… Iyah, yang ketiga kalinya di tahun ini. Tiap pindah rumah, pastilah kita membongkar barang-barang dan merapikan kembali. Nah, kali ini saya menemukan buku harian saat masih gadis. Tertulis bulan pembeliannya di sana, Agustus 2001.
Lagi heboh-hebohnya saya, masih kuliah tingkat tiga. Berangkat jam setengah enam, sampe rumah jam sepuluh malam. Gelantungan di bis kota antara Kebayoran Lama – Depok – Ciputat. Sama sekali gak nyangka kalau dua bulan kemudian ternyata ada yang ngelamar, huihihihi….
Di lembar-lembar pertama diary bersampul hitam polos itu tak ada yang istimewa. Cuma catatan kejadian sehari-hari, beberapa kisah di tempat kerja sambilan, jadual harian, atau daftar belanja. Yah, umumlah.
Lalu saya tiba pada catatan tanggal 6 Juli 2002, yang sepertinya jadi tonggak sebuah mimpi. Walaupun samar, tapi rasanya itu memang sebuah mimpi. Membaca kembali catatan enam tahun yang lalu, kini saya tak dapat mengucapkan apa-apa lagi kecuali syukur. Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam…
6 juli 2002
Kenapa kesadaran ini baru datang sekarang? Pertanyaan ini mengundang flashback. Apa gunanya menyesali masa lalu yang tidak kreatif dan berani. Lebih baik mensiasati masa depan, toh?
Jadi guru, ini sarananya. Dengan jadi guru. Please… Aku ingin jadi guru Bahasa Indonesia. Bukan cuma ngajar tentang ejaaan, tapi menulis dengan benar. Bukan ngasih tau macam2 majas, tapi gimana bikin dan makenya. Bukan cuma ngritik karya, tapi juga berkarya.
Mulai dengan laporan harian, lalu bikin sinopsis cerita di TV, lalu masuk ke cerpen, novel, roman. Lomba mengarang cerpen dan puisi, artikel, wawancara dan jurnalisme, pembukuan karya2 siswa dan mengirimkannya ke majalan2 remaja atau Horison. Juga mengaktifkan mading.
Ah, pengen buru-buru jadi guru...
No comments:
Post a Comment