Status itu berbunyi: "Orang tua suruh kuliah hati mau kerja tapi g blh kerja bingumg w."
Membacanya di wall fb, saya jadi teringat terus pada penulisnya. Dia siswa saya, baru saja lulus Ujian Nasional dan sedang menunggu ijasah. Pertanyaan kemudian muncul di benak ini: apa benar seseorang wajib kuliah bila mampu? Jadi nyaingin naik haji kayaknya ^^;
Menangani anak ini beberapa tahun, saya tahu kemampuan akademisnya. In my humble opinion, bangku kuliah bukanlah pilihan yang tepat. Lagi-lagi dia akan kembali menemukan kesulitan, baik secara akademis maupun sosial, lalu frustasi, lalu membenci diri sendiri.
Harusnya anak-anak seperti ini punya lebih banyak pilihan. Masalahnya, apa pilihan yang dia ketahui sekarang? Apa bakatnya, di mana minatnya? Sayang sekali, sekolah tak bisa menunjukkan jawaban kemarin itu karena sibuk mengejar kurikulum dan drilling soal Ujian Nasional. Yah, paling tidak kan kita punya kambing hitam.
Banyak sudah kita dengar tentang seseorang yang sukses tanpa kuliah. Bill Gates yang drop out, Joichi Ito, atau si James Marcus Bach itu. Tapi sepertinya mereka punya kemampuan akademik yang lumayan, dan sudah menemukan panggilan hidup di usia muda.
Sedang beberapa siswa saya, ah entahlah, saya tak bermaksud merendahkan mereka, tapi banyak di antara mereka tidak tergali pada domain kecerdasannya sendiri, juga belum menemukan 'panggilan' itu. Lalu ke mana mereka akan pergi setelah ini?
Di sisi lain, orang tua kepingin anaknya sarjana. Jaman begini bukan sarjana, apa kata dunia? Ambil ekonomi aja, atau komputer aja, kan bisa kepake di mana-mana. Emangnya, kepake di mana? Pas kuliah ga betah, susah-susah lulus ujungnya jadi sales juga kok. Atau yah, mungkin jadi guru.
Yayaya, saya memang agak skeptis jadinya. Oke, tak ada salahnya jadi sales, dan jadi guru tentu saja pekerjaan mulia. Tapi untuk apa kalau semua langkah-langkah itu semakin membuat seseorang tersesat, dan makin jauh dari kenikmatan bekerja di bidang yang dicintai.
ZOMBIE....
Setiap saya menulis tentang penanganan siswa di sekolah, seing kali saya harus meniadakan peran orang tua. Soalnya bila bicara faktor orang tua, bikin putus asa jadinya. Ada banyak orang tua yang bisa diajak kerja sama, tapi orang tua yang anaknya bermasalah biasanya adalah orang tua yang paling tidak peduli.
Kenapa anak disekolahkan, lalu setelah itu lepas tangan? Karena sudah bebas dari kewajiban mendidik anak. Kan sudah disekolahkan. Kenapa anak dikuliahkan padahal tidak berminat? Supaya orang tua tidak kehilangan muka di depan kerabat dan teman-teman. Tenyata enak juga ya jadi orang tua.
Loh kok malah jadi ngomel-ngomel begini ^^;v
Jadi sebelum menyuruh anak kuliah, lebih baik mengenali bakat dan minat anak, membantu mereka menggalinya, lalu berdialog secara terbuka.
Oh iya, kan sekarang ada cara instan yah. Tidak perlu repot memperhatikan, tidak perlu bingung mendampingi, cukup discan ujung tangannya, atau dihipnosis saja, bisa juga diotak-atik otak bagian mananyaaaa gitu, beres urusan. Lagi-lagi, memang enak ya jadi orang tua (jaman sekarang).
No comments:
Post a Comment