15 May 2011

MAU KE MANA?

"Ibuuuu, aku kepingin sekolah lagi...."

Itu adalah kalimat standar yang banyak sekali diucapkan para alumni ketika bertemu lagi dengan saya. Kebanyakan merasa kepingin kembali ke masa lalu, karena ternyata lebih enak jadi anak sekolahan, meskipun waktu sekolah dulu nampak tertekan banget oleh kewajiban sekolah dan kepingin segera lulus ^^;.

Saya tidak heran mendengarnya. anak-anak ini memang seakan tersesat begitu memasuki dunia nyata. Mereka tidak tahu mau ke mana, mau melakukan apa, sementara itu tuntutan untuk mandiri sudah besar. Akhirnya yang bisa dilakukan hanyalah bekerja di bidang yang umum saja: SPG/SPB di mal dan supermarket. Itu pun sudah termasuk beruntung.

Di sekolah tempat saya mengajar, jarang sekali siswa yang melanjutkan ke bangku kuliah begitu mereka lulus. Barangkali tak lebih dari 10-20% saja. Yang mampu kuliah mungkin lebih beruntung, mereka masih bisa menunda selama 3-4 tahun untuk menjawab: "Mau ke mana setelah ini?" Tapi bagi yang harus segera bekerja, pertanyaan itu langsung memburu.

Sebelum lulus, apa yang mereka lakukan jelas: duduk di kelas, mendengarkan, mencatat, kerjakan PR, tes. Tujuan mereka pun jelas: lulus sekolah, dapat ijasah. Itu saja. Jaraaaaang sekali yang menemukan minatnya atas bimbingan dari sekolah, hingga begitu lulus bisa berkata: "Ini yang mau gue lakukan, ini mimpi yang akan gue kejar."

Apakah pemikiran seperti itu terlalu muluk untuk anak usia 18 tahun?

Beberapa orang pernah bilang pada saya, jangan terlalu idealis. Anak umur segitu ya biasalah kalau masih mencari jati diri. Perlahan seiring berjalan waktu, mereka akan menemukan juga kok apa yang dimau. Saya sendiri saja baru mulai menemukan titik terang ketika usia 24, sudah punya anak satu. Jadi wajar sajalah, sabar sajalah.

Begini. Beberapa orang mungkin bisa menunda pertanyaan "Sebenernya mau ke mana sih?" karena mereka punya modal untuk mengambil jalan lain ketika jalan yang mereka inginkan itu mulai ditemukan. Bagi sebagian orang yang lain, termasuk diantaranya beberapa siswa-siswa saya, kondisinya tidak selalu semudah itu.

Hal ini mengganggu pikiran saya, karena setelah melihat 5 angkatan lulus dan meninggalkan sekolah, ada rasa tidak ikhlas yang tertinggal. Mereka akan pergi padahal tugas saya sebagai guru belum selesai. Menyelesaikan kurikulum adalah perkara mudah, tapi menyiapkan karakter dan melatih soft skills agar mereka bisa menjalani hidup dengan baik di dunia nyata, itu sulit sekali. Saya selalu merasa, mereka belum siap.

Saya teringat kembali peristiwa beberapa hari yang lalu. Saat itu saya bersama si Tengah baru selesai membayar belanjaan di sebuah minimarket besar. Sebelum keluar, tepat di balik pintu kaca, saya terhenyak dan berhenti melangkah. Di halaman mini market itu seorang tukang parkir sedang memandu kendaraan yang akan keluar. Tukang parkir itu pernah saya ajar, dan saya saksikan kelulusannya dari SMA.

Kenapa jadi tukang parkir? Saya tahu sekali dia bukan anak bodoh. Kenapa ijasah SMA tidak memberi nilai tambah apapun padanya? Bagaimana bisa lulusan SMA tak memiliki kehidupan yang lebih baik dibanding lulusan SD?

Please, jangan bilang, "Itu kan tergantung orangnya."

Saya gurunya. Adalah kewajiban saya mendidiknya untuk memiliki sikap yang baik terhadap ilmu yang sudah diajarkan. Anehnya, kata-kata 'tergantung orangnya' ini banyak keluar dari mulut guru, seperti orang yang melempar batu sembunyi tangan.

Ketika bertemu dengan kelas XI di kelas pengembangan diri yang lalu, saya mengingatkan mereka, "Kamu hanya tinggal 1 bulan lagi di kelas XI. Setelah itu kamu akan ada di tahun terakhir. Apa kamu sudah tau bakal ngapain pas lulus, jalan mana yang mau dipilih? Pergunakan satu tahun ini, untuk mengerti apa yang kamu suka dan apa yang kamu butuhkan. SUKA dan PERLU, dua itu saja. Dengan dua hal itu, kamu akan bisa memutuskan."

Kebetulan, mata pelajaran yang saya ampu tidak diUNkan. Saya berencana menggunakan waktu-waktu di kelas untuk mengeksplorasi anak-anak ini dengan berbagai macam kemungkinan profesi di masa depan. Di antara segala kebingungan mencari jalan yang baik dan benar untuk berbuat ihsan dalam pekerjaan, mudah-mudahan ini bisa jadi ikhtiar saya.

No comments:

Post a Comment