Deg... deg.... deg....
Saya grogi banget pekan lalu. Pasalnya, saya sudah harus mulai menggantikan Bu Rum, guru Bahasa Inggris, yang cuti melahirkan hingga awal tahun depan. Wah, sudah lamaaaa sekali ga ngomong bahasa Inggris. Kalau baca sih ada juga sesekali, meskipun malas sekali rasanya. Tapi mengajar kan bukan cuma membca, tapi harus bicara. Lidah udah kaku neyyy...
Contohnya kemarin, saya iseng baca tulisan di label airbag mobil. ".... major risk can occur." Langsung di-cut suami, "Oker (bunyi /e/ seperti pada betul) tuh, bukan okyur!" Nah, nah... makin deg-degan aja. Anak sekarang kan pinter-pinter Bahasa Inggris, apalagi tingkatnya SLTA.
Ternyata nggak juga sih. Masih pinteran saya, hahahaha....
Selesai mengajar, saya keluar membawa beribu (lebay ^^;) pertanyaan. Saya terpana mengetahui anak-anak in ga tau arti kata friendly. Apalagi pengucapan bahasa mereka. Ketika perkenalan, saya minta mereka menyebutkan nama, serta 3 sifat yang mendeskripsikan diri mereka.
Salah satu siswa berkata, "My name is Amir. I'm prinly, see and niece..." Lidat saya berkerut, apa maksudnya? Ga taunya yang dia maksud adalah: My name is Amir and I'm friendly, shy and nice.
Anak-anak ini bukan anak perkotaan, memang. Mereka cuma anak kampung yang dibawa oleh pihak yayasan untuk masuk kelas beasiswa. Ya, kelas yang saya ajar kemarin memang kelas khusus. Isinya adalah anak-anak terseleksi yang berasal dari desa-desa di tiap kabupaten Bogor. Terseleksi, aduh saya jadi miris menulisnya.
Di pelajaran yang biasa saya ampu, Bahasa Jepang, semua anak mulai dari tahap paling awal, paling dasar. Makanya, wajar bila kami mulai pelan-pelan, karena semuanya juga baru belajar, termasuk gurunya ^_^;v.
Saya bisa membayangkan kesulitan yang dihadapi Bu Rum ketika mengajar Bahasa Inggris. Berbeda dengan bahasa asing lain, Bahasa Inggris sudah diperkenalkan sejak TK. Di tingkat SLTA, Bahasa Inggris sudah cukup tinggi tingkat kesulitannya. Bagaimana cara Bu Rum membuat anak-anak ini mengejar ketertinggalan?
Biaya bermilyar-milyar yang dikeluarkan pemerintah untuk sekolah negeri yang dijadikan RSBI (rintisan sekolah berstandar internasional), bukankah sebaiknya diberikan ke sekolah-sekolah kampung untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sana. Jadi pendidikan dinikmati oleh semua, bukan hanya orang kota saja.
Uangnya dikasih ke sekolah-sekolah kota, fasilitas juga, akses juga, Nah, jadi apa yang tersisa buat sekolah di pelosok? Tapi gobloknya ujiannya kok sama! Kesel banget deh saya kalo udah ngomongin ujian nasional.
Dan yang paling konyol dari cerita ini adalah, anak-anak yang menulis kalimat 'Namanya Amir' dengan He name is Amir ini, LULUS ujian nasional semua. Gimana tuh caranya? Coba jelasin ke saya.
Pak Mendiknas aja deh yang jelasih ke saya =_='
No comments:
Post a Comment