02 May 2010

dosen killer

Sejak masuk kuliah, saya merasa bahwa dosen dan guru itu berbeda. Ketika di kelas, kontrol dosen tak sebanyak ketika di sekolah. Misalnya, kalau terlambat datang sekian menit, paling banter ga boleh isi daftar hadir, alias dianggap absen. Gak bakal disuruh lari keliling lapangan. Kalau ga ngerjain PR, ga pernah disetrap. Dosen ga ngatur seragam mahasiswa. Mahasiswa juga bisa saja bolos beberapa kali tanpa harus dijemur di lapangan pada pertemuan berikutnya.

Semua pelanggaran yang dibuat memang ada konsekuensinya, tapi dosen 'membebaskan' mahasiswa untuk bisa mengatur diri sendiri. Begitu kira-kira.

Yah, setidaknya itu anggapan saya, sampai para senior bilang: "Pak Aliyuddin kembali dari Brunei semester ini."

"Siapa Pak Aliyuddin?"

Eeeeh, ditanya malah pada senyum-senyum aja, "Liat aja nanti, seru deh pokoknya!"

Dan ternyata memang benar-benar seru. Pertama kali muncul di kelas, dia langsung mencanangkan: "Kalian SEMUA akan BISA pelajaran yang saya berikan dalam semester ini!" Dan tekad itu dia jalankan dengan benar-benar serius!

Selanjutnya, kami seperti kembali lagi ke masa SMA. Kalau datang telat, diomeli. Ga buat PR, diomeli. Ga bisa jawab pertanyaan, diomeli. Absen di pertemuan sebelumnya, juga diomeli (padahal yang absen itu hanya mahasiswa sit-in dari jurusan lain ^^;).


Salah satu teman saya adalah lulusan Madrasah Aliyah di kota Padang. Saya yakin benar dia bisa menjawab pertanyaan Pak Ali. Sayang kegugupannya malah bikin dia malah tak bisa bicara, dan seperti biasa, kena omel lagi. Aksi gebrak-gebrak meja, sampai gelas kaca di atasnya berguncang-guncang, gebrak pintu, nunjuk-nunjuk.

Wah, luar biasa deh energinya Pak Ali ini. Kalau mengajar hampir ga pernah duduk, padahal dia sudah sepuh saat itu. Para senior tambah asik ngasih bumbu: "Waktu masih lebih muda, sebelum diangkat jadi kajur sastra Arab di Brunei, galaknya dua kali lipet!" Hah, kayak gimana tuh gambaran 'dua kali lipat dari sekarang' kira-kira.


Setelah marah-marah, dia akan menyeka keringat sambil berkata, "Aduh, kamu ini bikin saya jantungan aja!" Kami cuma bisa nyengir sambil berpandangan.

Saya sendiri tak pernah menganggap apa yang dilakukan Pak Ali sebagai tindakan jahat. Setiap ngomel, dia lebih terlihat gemas daripada marah. Kayak bilang, "Kamu semua tuh lulus UMPTN, yang begini sih harusnya ga sulit!" Dia juga tak pernah ngomel dengan bahasa yang kasar. Tapi mengenai semangat dan antusiasme Pak Ali di depan kelas, saya kita semua mahasiswanya mengakui.


Sekarang ini banyak metode-metode baru dalam mengajar. Ada SCL, ada CTL, ada MI, dan sebagainya. Tapi perlu diakui bahwa cara Pak Ali terbukti membuat mahasiswanya datang tepat waktu, selalu mengerjakan PR, dan BELAJAR. Ya, apalagi yang diharapkan dosen selain tiga hal itu?

Suami saya bilang, "Ya, itu. Jadilah dosen yang menarik, atau killer sekalian (atau dua-duanya ^_^). Jangan jadi yang biasa-biasa." Dosen yang biasa-bisa aja menghasilkan pembelajaran yang biasa-biasa saja, mahasiswa yang belajar dengan dorongan yang biasa-biasa saja, dan menghasilkan kenangan yang biasa-biasa saja.

Sejak lulus tahun 2003, saya tak tau lagi kabar terakhir Pak Ali. Tapi semoga keberkahan selalu menyertainya di dunia dan akhirat. Amin....

No comments:

Post a Comment