08 January 2012

CERITA TIGA SISWA SAYA

Ini cerita tentang tiga mantan siswa saya.

Yang pertama adalah siswa yang pernah saya ceritakan di sini. Waktu sekolah, semua menyerah menanganinya, meski akhirnya dia ikut UN dan lulus. Yang kedua siswa perempuan, lemah dalam semua mata pelajaran. Yang ketiga siswa tukang rusuh, poin pelanggarannya mengular di buku laporan. Tapi seperti yang pertama, dua siswa yang belakangan ini juga lulus UN.

(by the way, lulus UN sekarang ini sama sekali TIDAK membuktikan apa-apa, percayalah!)

Kenapa kemudian saya ceritakan di sini? Karena status Facebook mereka.

Yang pertama dulu pernah membuat saya yakin akan kekurangannya dalam sosialisasi. Tapi status Facebook yang dia pasang sekarang menyalahi pendapat saya. Anak ini kerap menulis dengan nada gembira tentang hang out bersama teman-teman.

Status lainnya membuat saya mengira dan bertanya-tanya, apakah benar dia bergabung dalam sebuah tim yang mengikuti lomba resmi antar gamers online? Kalau ya, berarti dia sebenarnya tak memiliki masalah dengan sosialisasi. Hanya saja, tidak menemukan 'klik' ketika berteman di sekolah.

Yang kedua adalah siswa perempuan saya. Bertahun-tahun ia mengalami masalah dengan kepercayaan diri, mungkin berhubungan dengan berat badannya. Dulu ia benar-benar lemah dalam semua mata pelajaran. Sekarang dia menulis status dalam bahasa Korea.

Saya jadi teringat film mini seri Friends, yang diproduksi bersama antara Jepang dan Korea, menyambut Piala Dunia 2002 yang diselenggarakan di Jepang-Korea.

Ceritanya tentang Tomoko, seorang gadis Jepang, SPG di sebuah dept. store berkunjung ke Hongkong dan bertemu dengan pemuda Korea, Ji Hoon, seorang pembuat film indie. Tomoko kemudian belajar bahasa Korea, agar dapat membalas e-mail Ji Hoon. Belakangan hubungan mereka tak berjalan lancar, namun ketika ditanya apa akan berhenti belajar bahasa Korea, dia menggeleng. "Soalnya aku SUKA bahasa Korea. Dulu waktu sekolah ga pernah merasa SENANG BELAJAR seperti ini."

Akhirnya Tomoko yang hanya lulus SMA ini mengambil sertifikasi bahasa Korea, melamar di biro travel, lalu bekerja di luar negeri. Maksudnya apa? Saya ingin mengatakan bahwa apapun motivasi awalnya, tapi menemukan kesenangan belajar karena kita memiliki minat pada sesuatu adalah hal yang sangat baik.

Sekarang siswa yang ketiga. Saya menemukan ia mengunggah hasil lukisannya di Facebook. Di atas kanvas dengan cat air. Judulnya, "Relaaax...."

LUKISAN?

O Tuhan, saya menjadi gurunya selama 3 tahun, dan hanya mengenalnya sebagai trouble maker, sama sekali saya tidak tahu bahwa ia memiliki minat pada lukisan. Sekarang saya amat bahagia tiap kali dia mengunggah fotonya di tempat kerja. Ia terlihat bahagia, dengan gaya pakaian khas pekerja kreatif di dunia desain, topi gatsby kotak-kotak dan rompi jeans.

Jadi, saya merasa bersalah. Anak-anak ini diberi sesuatu yang bukan minat mereka, seringkali dalam kondisi yang tidak nyaman, lalu mereka dites dalam hal yang tidak mereka sukai, dan kita menghakimi mereka lewat hasil itu.

Tapi bagaimanapun, saya guru sekolah formal. Ada kurikulum yang mesti diikuti. Bagaimana mungkin sekolah memfasilitasi minat anak pada game online, atau belajar (hanya) bahasa Korea (yang mana bukan bahasa asing pilihan resmi dalam kurikulum Indonesia), atau melukis?

Ah, bagaimana ini sebaiknya?

No comments:

Post a Comment