Seperti biasa, hari Kamis pertama di awal tahun ajaran adalah hari
taaruf (perkenalan) di sekolah kami. Senin-Rabu pertama adalah masa
orientasi siswa baru, sedang Kamis adalah pertemuan pertama siswa baru
dengan seluruh keluarga besar sekolah. Sekolah kami isinya tak lebih
dari dua-ratus orang, termasuk guru dan pegawai, jadi tak sulit bertemu
dengan semua orang dalam sekali waktu.
Siswa yang saya ceritakan di jurnal beberapa waktu yang lalu juga hadir. And it breaks my heart to see him there. Karena rapat dewan guru akhirnya memutuskan dia tidak naik kelas.
Keputusan yg kejam kelihatannya, tapi anda harus melihat apa yang terjadi di ruang rapat saat itu. Guru perempuan menangis, guru lelaki menghela nafas. Jumlah siswa kami yang sedikit membuat kami punya waktu untuk sedikit lebih mendalami masalah anak. Kami tahu, bahwa masalah yang dihadapi anak bisa begitu berat, hingga kesulitan yang terjadi tidak sepenuhnya salah siswa. Dan tidak menaikkan siswa dengan kondisi seperti itu adalah keputusan yang membuat hati jeri.
Jadi keputusannya tetap hadir di sekolah, mesti tak naik kelas, adalah sebuah keberanian yang harus diapresiasi.
Di sisi lain, siswa tak tahu guru-guru mereka menangis di ruang rapat, tapi Allah tentu melihat. Mereka bukan guru sempurna, kedisiplinan masih perlu di evaluasi, metode mengajar masih model lama, tak berapa melek teknologi juga, tapi mereka guru yang baik. Saya mendoakan keberkahan langkah dan kebahagiaan dunia akhirat bagi mereka.
Satu hal lagi yang penting saat Kamis Taaruf adalah penghargaan bagi guru dan siswa. Siapa yang diberi penghargaan, siswa dengan rata2 rapor tertinggi? Bukan. Sekolah memberi penghargaan pada siswa yang memiliki NOL poin pelanggaran. Ada 13 anak dengan disiplin terbaik tahun ini.
Hati ini bergetar melihat Ani, maju ke depan sebagai salah satu siswa terdisiplin tahun ini. Artinya, dia tidak melakukan satu pun pelanggaran sepanjang tahun lalu.
Ani adalah siswa yang paling lemah di angkatannya, dalam bidang akademik. Beberapa kali saya memanggil dia ke meja guru, agar saya bisa menerangkan pelajaran khusus untuk dirinya, tapi tidak tiap pertemuan, karena tak ada cukup waktu (as always). Dia kemudian akan membeo semua perkataan saya tanpa paham maknanya. Dalam olahraga atau eskul pun tak menonjol. Karena kepercayaan diri yang kurang, dia biasa membuntuti beberapa siswa seperti anak kucing yang takut tersesat.
Pernahkah dia menerima penghargaan sebelum ini? Entah, tapi yang penting hari ini dia maju ke depan, menerima penghargaan sebagai siswa dengan disiplin terbaik, dan berfoto bersama wali kelas dan kepala sekolah. Ani bersinar hari ini.
Siswa yang saya ceritakan di jurnal beberapa waktu yang lalu juga hadir. And it breaks my heart to see him there. Karena rapat dewan guru akhirnya memutuskan dia tidak naik kelas.
Keputusan yg kejam kelihatannya, tapi anda harus melihat apa yang terjadi di ruang rapat saat itu. Guru perempuan menangis, guru lelaki menghela nafas. Jumlah siswa kami yang sedikit membuat kami punya waktu untuk sedikit lebih mendalami masalah anak. Kami tahu, bahwa masalah yang dihadapi anak bisa begitu berat, hingga kesulitan yang terjadi tidak sepenuhnya salah siswa. Dan tidak menaikkan siswa dengan kondisi seperti itu adalah keputusan yang membuat hati jeri.
Jadi keputusannya tetap hadir di sekolah, mesti tak naik kelas, adalah sebuah keberanian yang harus diapresiasi.
Di sisi lain, siswa tak tahu guru-guru mereka menangis di ruang rapat, tapi Allah tentu melihat. Mereka bukan guru sempurna, kedisiplinan masih perlu di evaluasi, metode mengajar masih model lama, tak berapa melek teknologi juga, tapi mereka guru yang baik. Saya mendoakan keberkahan langkah dan kebahagiaan dunia akhirat bagi mereka.
Satu hal lagi yang penting saat Kamis Taaruf adalah penghargaan bagi guru dan siswa. Siapa yang diberi penghargaan, siswa dengan rata2 rapor tertinggi? Bukan. Sekolah memberi penghargaan pada siswa yang memiliki NOL poin pelanggaran. Ada 13 anak dengan disiplin terbaik tahun ini.
Hati ini bergetar melihat Ani, maju ke depan sebagai salah satu siswa terdisiplin tahun ini. Artinya, dia tidak melakukan satu pun pelanggaran sepanjang tahun lalu.
Ani adalah siswa yang paling lemah di angkatannya, dalam bidang akademik. Beberapa kali saya memanggil dia ke meja guru, agar saya bisa menerangkan pelajaran khusus untuk dirinya, tapi tidak tiap pertemuan, karena tak ada cukup waktu (as always). Dia kemudian akan membeo semua perkataan saya tanpa paham maknanya. Dalam olahraga atau eskul pun tak menonjol. Karena kepercayaan diri yang kurang, dia biasa membuntuti beberapa siswa seperti anak kucing yang takut tersesat.
Pernahkah dia menerima penghargaan sebelum ini? Entah, tapi yang penting hari ini dia maju ke depan, menerima penghargaan sebagai siswa dengan disiplin terbaik, dan berfoto bersama wali kelas dan kepala sekolah. Ani bersinar hari ini.
No comments:
Post a Comment