13 April 2007

Kisah Sedih di Hari Kamis

Wakil kepala di sekolah tempat saya mengajar berkata bahwa ada seorang lagi siswa kelas XI yang kemungkinan akan keluar. Ia baru saja mengadakan konseling pada siswa tersebut dan tampaknya masih belum ada jalan keluar. Begini ceritanya.

Si siswa yang dibicarakan ini bukan anak yang cemerlang. Saya mengajarnya di kelas satu dan tahu bahwa ia memang biasa saja, dari segala segi. Belakangan, hampir dua minggu ia tak tampak di kelas. Begitu ia masuk dan diadakan konseling, jawaban yang diberikan adalah, “Saya mau berhenti sekolah.”

Ternyata orang tuanya sudah bercerai. Si ayah menikah lagi, disusul oleh si ibu. Kedua orang tuanya sudah memiliki keluarga baru lagi sekarang. Tapi dia tidak. Anak ini kehilangan rumah, tempat pulang dan berlindung. Parahnya lagi, setelah sibuk dengan keluarga baru, tidak si ayah, maupun si ibu, yang bersedia menanggung biaya pendidikannya.

Setelah merasa asing di kedua rumah orang tuanya, ia memilih tinggal bersama neneknya di Kebayoran Lama. Neneknya yang miskin tak mampu membiayainya sekolah. Maka, ia memutuskan berhenti.

Jeri rasanya.

O, saya tidak terlalu fanatik pada pendidikan formal. Ilmu bisa didapat di mana saja, tapi tidak begini caranya. Orang dewasa tidak selalu paham apa yang mereka korbankan ketika mengambil keputusan. Juga kadang ditambah abai dengan tanggung jawab yang terus mereka punyai setelah itu.

Ah, satu kisah sedih lagi hari ini.

No comments:

Post a Comment