Banyak orang yang bercita-cita jadi guru. Makanya, ada institusi khusus yang dibangun untuk orang-orang yang ingin menjadi guru. Saya mengagumi orang yang menggeluti ilmu kependidikan karena panggilan jiwa seperti itu.
Di sisi lain, banyak juga lulusan universitas non kependidikan yang ternyata memilih guru sebagai profesi (misalnya saya :D). Mereka-mereka ini sampai rela mengambil kuliah ilmu keguruan satu tahun lagi yang sering disebut akta IV (kalau yang ini saya belum ;p). Saya tentu saja menghormati pilihan mereka.
Selain dua jenis orang di atas, ada lagi yang lain, yaitu yang menjadi guru, karena tampaknya peluang pekerjaan di dunia profesional jauh untuk dicapai. Yah, sarjana hukum yang gak bisa jadi pengacara atau notaris, jadilah guru kewarganegaraan. Lumayan... Atau sarjana sastra Inggris yang gagal jadi intrepeter, bolehlah ngajar bahasa Inggris. Apa susahnya. Sekolah bejibun ini. Jadi guru kadang adalah cara gampang untuk menghindarkan diri dari nganggur.
Memang kenapa kalau begitu? Salah?
Hm... gimana ya? Kembali lagi ke masalah lentera jiwa. Saya kira kita bisa bedakan mana guru yang mengajar karena panggilan jiwa dan mana yang bukan. Maka bila anda berprofesi sebagai guru, yuk kita berusaha jujur, apakah mengajar adalah panggilan jiwa anda.
Kenapa? Karena kita, guru, bekerja untuk mendidik manusia, bukan membuat sepatu atau toples di pabrik. Bila mengajar adalah lentera jiwa, anda akan merasakan semangat, gairah, antusiasme. Metode baru, pendekatan berbeda, hubungan dengan siswa, inovasi, hingga akhirnya kepuasan, semua akan lahir dari guru yang cinta mengajar.
"Memang kenapa kalau profesi guru ini bukan panggilan hidup saya?"
Berbahaya! Benar, menurut saya itu membahayakan. Saya juga orang tua, dan saya tidak akan mau menyerahkan anak kepada guru yang tidak memiliki passion dalam mengajar, yang menganggap mengajar bukanlah panggilan jiwanya, tapi sekedar cara menghasilkan uang.
Saya tidak rela anak saya mati rasa pada ilmu dan benci sekolah, karena diajar seadanya olehguru pengecut yang tidak mengakui bahwa dia sebenarnya ingin memilih jalan lain, kalau bisa. Sungguh, anak menyerap lebih banyak dari yang kita duga.
Karena itu, bagi guru yang sekarang merasa 'lives someone's life', mungkin saatnya anda mencari kembali lentera jiwa anda yang mungkin semakin meredup dimakan waktu dan digerus rutinitas. Cari, temukan, raih, lalu berbahagialah...
"Oke, oke... Tapi kalo nggak ngajar, saya ngapain, dong?"
Idih, itu sih bukan urusan saya! (baca: temukan sendiri dong lentera jiwa anda.)
No comments:
Post a Comment