Dear my students,
Percaya atau tidak, saya juga pernah muda. Ya, seusia kalian. Sayangnya, manusia itu ternyata tak dapat mengingat semua. Saya bisa ingat beberapa hal yang terjadi saat seusia kalian, tapi sudah lupa bagaimana cara saya melihat masalah dan berpikir ketika itu.
Jadi sepertinya itulah masalah antara kita sekarang. Saya tidak mengerti bagaimana cara kalian berpikir, dan kamu juga tidak paham bagaimana cara saya berpikir.
Saya tidak paham kenapa kalian tidak khawatir pada masa depan. Saya tidak paham kenapa kalian menganggap tak perlu melatih diri agar lebih disiplin. Saya tidak paham kenapa 'tidak patuh' terasa begitu menyenangkan buat kalian.
Mungkin kalian juga tidak mengerti kenapa saya begitu ribut mengurusi masa depan, padahal bukan milik saya, dan tidak bisa dipastikan juga akan terjadi bencana. Mungkin kalian merasa ketidakpatuhan adalah cara mengekspresikan diri, dan berkata bahwa saya ada di dunia.
Jadi begitulah, tampaknya ada jembatan yang mesti kita bangun.
Jadi ketika kemarin saya tersinggung dengan ucapan lantang yang dilontarkan salah satu dari kalian, hampir saja saya berkata, "Mau jadi apa, kamu? Apa ga sadar punya otak udang, sekarang pun komitmen ga bisa pegang? Mau jadi apa, kamu?"
Tapi untungnya, saya segera sadar bahwa kata-kata itu salah, tepat ketika ia ada di ujung bibir, siap dilontarkan. Saya menarik nafas, dan duduk di sisi meja paling depan.
Kalian tahu, dulu saya menganggap bahwa siswa rajin dan pintar adalah segalanya. Kehidupan terancang mulai dari sekolah, dan akan berjalan linear hingga masa depan. Tapi ternyata saya salah.
Belakangan saya bertemu dengan teman-teman yang ketika sekolah dianggap nakal dan bodoh, tapi sekarang sukses dan bahagia. Mereka hidup berkecukupan, punya pekerjaan yang mereka cintai, berkeluarga dengan bahagia, dan berkontribusi pada sekelilingnya.
Mereka membuat saya percaya, bahwa kalian, sebandel apapun, tetap bisa berubah jadi baik nantinya. Karena kalian masih muda. Jika sekolah tak berhasil mendidik kalian, saya harap, kehidupan yang akan mendidik kalian.
Masalahnya, saya khawatir apakah kalian akan tahu jalan yang akan dituju atau tidak. Saya khawatir apakah kalian akan mampu berdiri melawan kesulitan atau tidak. Saya khawatir kalian akan bertemu dengan teman-teman yang bukannya mendorong untuk maju dan malah membenamkan kalian dalam lumpur.
Dan yang utama, saya khawatir jika pencarian kalian belum selesai tapi perjalanan harus berakhir. Keburu mati sebelum jadi baik.
Jadi bagaimana kita menyelesaikan semua ini?