Hari ini adalah hari spesial. Saya bahagia, Alhamdulillah ya Rabb. Kenapa? Penyebabnya adalah acara yang saya hadiri pagi ini, yaitu premiere kelas film di sekolah tempat saya bekerja. Ya, mereka membuat film komedi berjudul 'Kejarlah Daku Kau Kutampar.'
Memang, karya yang dibuat oleh anak-anak yang kita didik pastilah selalu membuat bangga. Semua adalah buah dari kreativitas mereka, kesungguhan, komitmen, dan kerja sama. Tapi kali ini berbeda, bukan hanya sekedar karya dari anak biasa.
Pemeran utama film pendek ini bukan model anak terpintar kelas, bukan model ketua osis, bukan anak yang populer di sekolah. Berkali-kali panggilan orang tua dilayangkan untuk mengatasi hobi membolosnya. Nilainya juga pas-pasan. Memang tak ada masalah ekonomi, tapi orang tuanya bercerai. Sekarang dia tinggal bersama seorang ayah yang sibuk yang bahkan tak sempat membangunkan anaknya agar bisa datang ke sekolah tepat waktu.
Tapi hari ini dia bintangnya, dia yang cemerlang, dan bukan lagi anak baik dan penurut lain yang sering difavoritkan dan diandalkan para guru.
Tapi kebanggaan saya telah dimulai sebelum film di atas diputar. Acara dibuka dengan penampilan kelompok marawis. Saya melihat keseriusan anak-anak ini dalam memainkan alat perkusi mereka, menyelaraskan nada, menyamakan gerak. Ada semangat, ada antusiasme.
Apa istimewanya? Istimewa, karena kelompok marawis ini diisi mayoritas (kalau tidak ingin bilang semuanya) oleh anak bermasalah. Ada anak pindahan dari pesantren. Dia dikeluarkan karena melarikan mobil ayahnya, lalu nyusruk ke air mancur bundaran HI dan diliput televisi. Mobilnya ditahan polisi, untuk menebusnya perlu 35 juta, belum lagi memperbaiki kerusakannya. Ada Riki di gambar itu, dan Zein. Zein anak yang cukup rajin, hanya sesekali bolos, tapi juga hanya sesekali otaknya nyambung pada pelajaran.
Anak-anak ini adalah tipe yang belum apa-apa sudah membuat guru memalingkan wajah barena sebal. Materi susah mereka serap, jarang masuk, kalaupun ada di kelas tapi tak memperhatikan, bayaran rajin menunggak pula. Apa yang kurang?
Ada saja guru yang mungkin saja akan menggerutu, "Kalo soal film, musik, futsal, rajin banget. Pas giliran pelajaran aja, pada tidur...." Tapi bila dilihat dari sisi lain, adalah guru yang membuat anak-anak ini tidur dan membenci sekolah. Mereka belajar tanpa mengerti untuk apa semua ini, dan masih ditambah intimidasi, timbunan rasa tak berdaya, sambil dikejar hantu bernama kurikulum.
Adalah film, adalah musik, adalah olahraga, yang membuat mereka bertahan di sekolah. Dan saya akan mendukung apapun yang bisa membuat anak merasa bahagia di sekolah.
Sebenarya, apa sih arti PENDIDIKAN? Sebagai warga negara Indonesia, sepertinya kita langsung saja melihat UU 20/2003. Di sana dibilang:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, untuk memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Panjaaaaang, memang ^_^;. Tapi sebelum migrain menyerang karena berusaha memahami kalimat majemuk-entah-berapa-tingkat sepanjang itu, paling tidak, kita bisa melihat kata mengembangkan potensi di sana.
Anak tidak perlu-perlu amat lulus dengan nilai tinggi, atau dapat 8 dalam semua pelajaran, atau menghapal nama-nama raja Singosari, atau menulis halus delapan lembar sehari. Anak yang mendapat pendidikan hanya harus berkembang potensinya. Sekali lagi, berkembang potensinya, dan menjadi cemerlang. Yes, everyone can shine!
Jadi, sudahkan lembaga bernama sekolah melakukan apa yang diamanatkan undang-undang padanya?