20 December 2013

DRESS LIKE YOURSELF

Saya pernah menulis di sini tentang seragam, jadi post kali ini mungkin adalah perubahan pandangan saya mengenai penggunaan baju 'seragam' di sekolah.

pengen seragam model gini tapi susah juga, lol
Baru terpikir oleh saya belakanagan ini bahwa di banyak sekolah, baik siswa maupun guru, tidak bisa jadi diri sendiri. Sekolah saya yang satu adalah sekolah Islam, jadi semua siswa berpakaian sesuai kaidah Islam; siswa harus menggunakan celana panjang dan siswi menggunakan rok (tidak bercelana), baju panjang dan kerudung. Sekolah satu lagi adalah sekolah umum, tapi perbedaan pakaian siswa hanya di kewajiban kerudung saja, selebihnya sama.

Masalahnya adalah, di luar sekolah, banyak siswa yang berpenampilan berbeda, terutama siswa perempuan. Ah, ini meresahkan saya. Artinya, siswa tidak menjadi dirinya sendiri di sekolah. Mereka berpenampilan demikian karena dituntut sekolah, bukan karena keputusan pribadi.

Apakah hanya siswa yang tidak tampil sebagai diri sendiri? Tidak, karena guru juga demikian. Tidak sedikit guru yang penampilan di sekolah berbeda dengan di rumah. Mungkin dalam batasan tertentu, saya termasuk guru yang demikian.

Pernah saya sudah siap berangkat, lalu merasa ada yang aneh dan bercermin lagi. Sambil bergumam i'm so fake right now, saya mengubah cara berpakaian hari itu, karena terasa bahwa saya berpakaian untuk sekolah, sedang keseharian saya tidak demikian. Hal ini membuat saya tidak nyaman.

kerudung rempong + hak tinggi, lol
Untunglah saya hanya mengajar di sekolah swasta, yang mengizinkan saya menggunakan kerudung rempong (kata orang, kata saya sih biasa aja ^_~V), baju warna warni, dan hak tinggi. Kalau mengajar di sekolah negeri atau swasta yang lebih ketat, mungkin saya harus lebih sulit jadi diri sendiri.

Jadi bagaimana, apa kita biarkan saja siswa dan guru berpakaian semau mereka?

*krik.... krik....*

Baiklah, pertnyaan barusan terasa agak negatif, seperti jika kita membebaskan siswa, mereka serta merta akan datang dengan tattoo atau bikini. Bagaimana jika begini: Apakah seharusnya sekolah mengizinkan guru dan siswa berpakaian sesuai dengan preferensi pribadi?

Sebagai orang yang konservatif, saya pikir tak apa jika sekolah menerapkan semacam peraturan mengenai penampilan. Bagaimanapun, sekolah boleh saja memiliki visi dan nilai yang coba ditransfer pada anggota komunitasnya. Masalahnya, peraturan ini harusnya jadi akibat, bukan sebab. Bukan karena ada peraturan, maka guru dan siswa jadi terpahamkan, tapi karena telah mendapat pemahaman, maka mereka jadi taat peraturan.

Sebelum kita mewajibkan warga sekolah berpenampilan islami, misalnya, apakah kita telah memberikan pemahaman dan contoh yang cukup secara konsisten? Apakah siswa dan guru lelaki mengerti kenapa mereka dilarang memakai celana di atas lutut? Apakah siswa dan guru perempuan mengerti mengapa mereka harusnya menutup aurat dengan baik dan berdandan sederhana?

Dalam kasus saya, mungkin saja apa yang jadi pilihan saya dalam berpakaian bukanlah hal yang ideal menurut nilai yang dipegang oleh sekolah, tapi saya ingin jika saya mengubah penampilan, itu karena paham. Dengan demikian, tak peduli di dalam maupun luar sekolah, cara saya berpakaian akan sama.

Hal ini tidak hanya untuk berpakaian, tapi untuk semua hal yang ingin diterapkan sekolah.

Tentu saja, mendahulukan pendidikan membutuhkan waktu panjang, dan jangan heran bila penolakan tetap ada. Artinya, sudah diberi tahu, dicontohkan, tetep ga mempan. Namun mendahulukan peraturan justru akan membuat warga sekolah malah faking themselves di sekolah, yang malah bertentangan dengan idealisme pendidikan.


photos' credit to owner

14 December 2013

SCHOOL 2013

Saya baru saja menyelesaikan drama School 2013, direkomendasikan oleh Bu Guru Lea Kesuma. Saya memang menggemari drama bertema sekolah, karena bagaimanapun saya merasa terhubung dengan tema ini. Sekaligus juga untuk diingatkan kembali tentang bagaimana rasanya jadi muda (baca: siswa), sebuah hal yang ternyata tak mudah juga untuk dilakukan.

 full episode with english sub, please check http://dramacrazy.eu/korean-drama/School_2013

Untuk konflik dalam ceritanya sendiri, saya lebih suka Great Teacher Onizuka yang menurut saya lebih nyata memotret permasalahan di sekolah. Meski demikian, yang paling menarik perhatian saya dari School 2013 adalah tokoh Jung In Jae, wali kelas 2-2 yang terkenal 'paling-paling'.

 Teacher Jung In Jae

Berbeda dengan beberapa tokoh guru di drama yang pernah saya tonton, Jung In Jae adalah guru yang.... biasa. Dia tidak bodoh, tapi tidak juga terlalu cemerlang. Dia bukan mantan anggota geng motor (seperti drama yang satunya lagi), atau berasal dari keluarga yakuza (seperti drama yang satunya lagi). Dia juga tidak menggunakan metode mengajar 'gila' semacam menebar paku payung di lantai kelas (seperti drama yang satunya lagi). Kenyataannya, banyak siswa yang tertidur ketika ia mengajar, dan sering kali dia tidak bisa 'menundukkan' siswa bermasalah di kelas.

Dramabeans menggambarkan Guru Jung seperti berikut:
You really get the sense that she’s just trying to make it through the day, and that one crack in one kid’s armor is a victory for her. I love her warmth and her idealism, and the fact that she’s not some angel with all the right answers. She just seems like every young teacher out in the real world, asking herself all the right questions about what on earth her job really is.  

Bener, bener banget! Just trying to make it through the day - not some angel with all the right answers - asking herself all the right questions about what on earth her job really is. 

Bagaimana saya tidak merasa terhubung dengan Guru Jung ini. Untuk banyak sekali hal yang saya temui di dalam kelas, saya sungguh tidak tau cara yang benar untuk menghadapinya. Banyak hal yang saya pikir baik ternyata tidak membuahkan hasil, dan setelah sekian lama, saya akhirnya berdamai dengan segala harapan besar dan mulai mensyukuri sekecil apapun perubahan yang terjadi.

Di antara semua hal yang biasa dalam diri Guru Jung, saya kira yang luar biasa adalah ketahanannya untuk tidak patah hati menghadapi siswa. Ternyata, guru adalah salah satu profesi yang mengalami banyak cinta bertepuk sebelah tangan. Dibela di depan guru lain, tak lama kemudian berulah lagi. Dikonseling, tampaknya sudah mengerti dan saling sepakat, tapi beberapa hari kemudian kambuh lagi. Dijemput dari kantor polisi, dikira sudah tobat, ternyata mengulangi. Ketahanan untuk tidak cepat mutung ini mungkin bisa dimasukkan menjadi kompetensi dasar seorang guru.

Karena berteman dengan siswa di media sosial, saya sedikit banyak mengalami akibatnya: mengetahui lebih jauh tentang kehidupan pribadi mereka. Terus terang, saya melihat banyak hal yang tak menyenangkan. Salah seorang sahabat menyarankan agar tak membawa hubungan antara guru dan siswa ini terlalu jauh ke ranah pribadi, agar tak banyak merasa sakit hati. Tapi ternyata hal itu tak mudah juga dilakukan.

Setelah sepanjang tahun cuap-cuap, dengan segala program yang sudah susah payah diusahakan di antara keterbatasan dana, kok semua seakan tak ada bekasnya? Kenapa tidak ada yang berubah? Ketika membaca status/tweet dan melihat foto siswa yang tak sesuai harapan, saya memang sakit hati. Mungkin karena saya menaruh 'perasaan' dalam pekerjaan ini, apapun namanya. 'Hanya memberi tak harap kembali', a.k.a ikhlas, ternyata memang benar-benar tak mudah.

Dalam School 2013, Guru Jung mencoba selama setahun (tampaknya di Korea dan Jepang, wali kelaslah yang membuka dan menutup seluruh rangkaian pembelajaran tiap hari). Berhasil? Tak semua. Beberapa masalah dibiarkan memiliki akhir terbuka oleh drama ini. Tapi School 2013 adalah drama. Saya, guru di dunia nyata, sepertinya harus mencoba lebih lama lagi. Apakah akan berhasil? Mungkin saja sama, beberapa masalah akan tetap 'terbuka' endingnya.

class 2-2 member, with both of their homeroom teachers

Hal lain yang menarik mungkin adalah bagaimana para siswa dalam drama ini memandang sekolah. Misalnya Jung Woo, anak berkebutuhan khusus tingkat ringan yang memiliki masalah di semua mata pelajaran dan sering dibully. Kenapa dia tetap di sekolah, tak pernah telat dan tak pernah absen?

“I like my school uniform. When I put it on, I feel just like everyone else… normal.”

Dan ini yang ditulis tokoh utama drama ini, Go Nam-soon, ketika mengisi kuisioner dari wali kelas tentang apakah impian dirinya:

“I’m a bad student, I have no dreams, and I don’t like getting hit. But the strange thing is, when I wake up in the morning I automatically head for school. So if you ask why I go to school, I have one answer. Just because.”

Bagaimanapun, mungkin benar kalimat yang dinarasikan di awal drama ini:

 “Where children hide, and adults don’t know—this is school.”



lee jong suk? i know, but i just can't hold myself  XD #crazynoonasclub