19 March 2008

Berbalas Pantun

Memang ada baiknya juga mendokumentasikan beberapa pengalaman saya ketika mengajar di kelas. Paling tidak bisa jadi referensi bagi diri sendiri, syukur kalau juga bermanfaat buat orang lain. Soalnya, kadang ide mampet pas mencari cara apa yang asyik buat menyampaikan materi. Enak kan kalau ada metode praktis yang bisa dicontek.

Karena jarang ada buku pintar soal bagaimana menyampaikan materi di kelas, saya memang jadi nyomot dan nyontek sana-sini. Biasanya dari buku-buku Kaifa-nya Mizan, terus buku-buku MLC, beberapa juga dari ingatan tentang sekolah di masa lalu. Kali ini, saya mengambilnya dari buku Dunia Tanpa Sekolah.

Ketika sampai pada materi Puisi Lama, saya hanya sedikit menjelaskan perbedaan antara mantra, syair, pantun dan gurindam. Sisanya kami semua, saya dan murid-murid, membuat pantun. Setiap siswa akan membacakan pantun yang telah dibuatnya. Semua hampir persis seperti cerita si pengarang dari buku di atas.

Seperti reaksi yang saya baca di buku tersebut, suasana di kelas saya juga segera berubah hangat dan penuh tawa. Semua membuat pantun yang berbeda, beberapa di antaranya memang ditujukan pada seseorang di kelas. Yang cukup membaut saya bangga, banyak yang bisa membalas pantun yang ditujukan pada mereka, dalam selang waktu beberapa detik saja. Sungguh, saya menyesal pernah meragukan potensi kebahasaan anak-anak ini.

Saya tahu banyak dari pantun itu yang bukan karya orisinal. Yang lain tidak seragam suku katanya. Sampiran yang dibuat juga banyak yang aneh dan gak nyambung. Beberapa malah membuat gurindam, padahal saya meminta pantun. Tapi siapa peduli? Saya kira kami semua, termasuk saya, menikmati materi ini dan tak ada yang merasa tertekan dengan teori, rumus, aturan, atau definisi. Saya memang tak begitu paham tentang banyak kriteria, yang penting sasaran pelajaran ini adalah keterampilan berbahasa.

Di antara padatnya beban kurikulum, target nilai yang harus dicapai, honor yang kecil, tunggakan SPP siswa berbulan-bulan, dan berbagai kesemrawutan lain, ada semburat keindahan di sana sini yang selalu membuat saya tak bisa meninggalkan pekerjaan ini.